Reporter: Yudho Winarto, Hans Henricus | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Guna mengerem laju inflasi akibat naiknya harga pangan, pemerintah memutuskan untuk membebaskan bea masuk komoditas pangan.
"Rapat tadi terkait soal pemberlakuan bea masuk yang kita tunda, terutama yang bisa mempengaruhi inflasi akibat kenaikan harganya," kata Menko Perekonomian Hatta Radjasa, Senin (17/1).
Beberapa komoditas yang akan terkena pembebasan bea masuk adalah yang berkaitan dengan bahan pangan, pakan ternak dan bahan baku pupuk. "Saat ini kami tengah membahas hal ini dan pekan ini sudah dapat diajukan ke Presiden," jelasnya.
Jika sudah final, Menteri Keuangan akan mengeluarkan peraturan menteri keuangan (PMK) yang terkait dengan pembebasan bea masuk. Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, setelah itu tim tarif akan membahas usulan itu.
Hasil pembahasan tim tarif itu akan tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). "Kalau tim tarif sudah sepakat akan saya sahkan," ujar Agus usai sidang kabinet terbatas di kantor Presiden, Senin (17/1).
Disamping soal rencana pembebasan bea masuk pangan, pemerintah juga terus menggodok soal Inpres No.4 soal antisipasi Indonesia terhadap kondisi iklim ekstrim.
Inpres ini terkait pembagian benih dan pupuk serta pengadaan subsidi benih. Rabu (19/1) depan pemerintah akan kembali melakukan pembahasan terkait draft terakhir inpres tersebut.
Terakhir, pemerintah akan segera merumuskan penggunaan dana kontigensi senilai Rp 3 triliun, dimana Rp 1 triliun akan digunakan untuk stabilisasi pangan dan Rp 2 triliun untuk antisipasi iklim ekstrim. Saat ini Inpres sedang dirampungkan dan diharapkan selesai pada bulan ini.
Sementara itu, Ismed Hasan Putro, Ketua Bidang Perdagangan DPN Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menegaskan, pembebasan bea masuk pangan merupakan langkah yang tergesa-gesa dan terkesan panik.
Menurut Ismed, kebijakan tersebut akan merugikan negara karena kehilangan pendapatan dari bea masuk. "Juga mengancam nasib dan masa depan para petani," jelasnya.
Seharusnya pemerintah tidak panik dalam membuat kebijakan. Harus ada langkah komperhensif, transparan serta tetap memperhatikan kepentingan nasional, khususnya terhadap nasib para petani. "Pemerintah perlu terlebih dulu bersikap jujur terkait stok beras nasional. Jangan sampai semangat impor karena ada kepentingan," paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News