kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.928.000   18.000   0,94%
  • USD/IDR 16.237   -59,00   -0,36%
  • IDX 7.204   -18,09   -0,25%
  • KOMPAS100 1.050   -5,82   -0,55%
  • LQ45 808   -2,58   -0,32%
  • ISSI 232   -0,90   -0,38%
  • IDX30 419   -2,36   -0,56%
  • IDXHIDIV20 491   -2,76   -0,56%
  • IDX80 118   -0,50   -0,42%
  • IDXV30 119   -1,87   -1,54%
  • IDXQ30 135   -0,26   -0,19%

Regulasi yang Tepat Diharapkan Dapat Optimalisasi Industri Padat Karya


Rabu, 11 Juni 2025 / 08:52 WIB
Regulasi yang Tepat Diharapkan Dapat Optimalisasi Industri Padat Karya
ILUSTRASI. Salah satu dukungan diberikan dalam bentuk One Stop Solution bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) oleh Balai Besar Tekstil (BBT) selaku satu unit kerja BSKJI di Bandung. Untuk memaksimalkan memaksimalkan potensi industri padat karya sebagai penggerak ekonomi nasional, diperlukan regulasi yang tepat dan konsisten.


Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Untuk memaksimalkan memaksimalkan potensi industri padat karya sebagai penggerak ekonomi nasional, diperlukan regulasi yang tepat dan konsisten. 

Kebijakan yang tepat dari pemerintah dinilai penting guna mendukung perkembangan industri, menciptakan lapangan kerja, dan menjadikannya pilar utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. 

CEO Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Anton Rizki Sulaiman, menekankan pentingnya menciptakan iklim investasi yang terbuka dan kemudahan berusaha untuk mendukung pertumbuhan industri padat karya. 

Baca Juga: Insentif Industri Padat Karya, HIMKI: Harus Menyasar UKM

"Membangun industri dan lapangan pekerjaan sangat penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat," ujar Anton, Senin (9/6/2025). 

Anton menyarankan agar pemerintah mengurangi atau menghilangkan berbagai kebijakan yang membatasi dan mengancam keberlangsungan sektor-sektor padat karya. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan daya saing usaha domestik. 

“Dapat dilakukan dengan mengurangi atau menghilangkan berbagai restriksi pasar, hambatan-hambatan non-tarif, perizinan yang rumit, atau sertifikasi wajib yang menyulitkan pengusaha, terutama pengusaha mikro dan kecil, yang menjadi motor perekonomian yang sehat," jelasnya. 

Menurut Anton, tanpa perubahan pendekatan dalam kebijakan industrialisasi, sektor industri akan kesulitan menjadi motor pertumbuhan yang berkelanjutan. Ia mengingatkan agar kebijakan dalam negeri jangan sampai menghambat investasi dan mengurangi daya saing perusahaan-perusahaan Indonesia. 

"Kebijakan yang dimaksudkan untuk mendukung industrialisasi, tetapi tanpa dukungan pada aspek fundamental seperti iklim investasi, kemudahan berusaha, atau akses pada bahan baku dan teknologi, aturan tersebut justru menghalangi produktivitas dan daya saing global," tuturnya. 

Industri padat karya, seperti manufaktur, pertanian, perkebunan, perikanan, konstruksi, makanan-minuman, dan pengolahan tembakau, telah lama menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. 

Sektor ini tidak hanya menyerap banyak tenaga kerja tetapi juga berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. 

Baca Juga: Insentif Industri Padat Karya, Aprisindo Minta Jangan Salah Sasaran

Sebagai contoh, industri tekstil dan garmen menyerap sekitar 3 juta tenaga kerja, industri alas kaki menyerap sekitar 1 juta tenaga kerja, dan industri furnitur menyerap sekitar 500.000 tenaga kerja. 

Industri hasil tembakau sendiri menyerap sekitar 6 juta tenaga kerja dan berkontribusi besar pada penerimaan negara melalui cukai dan pajak.


Video Terkait



TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×