kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.902.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.450   167,00   1,00%
  • IDX 6.816   48,94   0,72%
  • KOMPAS100 985   6,24   0,64%
  • LQ45 763   1,83   0,24%
  • ISSI 216   1,39   0,64%
  • IDX30 397   1,52   0,38%
  • IDXHIDIV20 474   2,31   0,49%
  • IDX80 111   0,22   0,20%
  • IDXV30 115   -0,82   -0,71%
  • IDXQ30 130   0,67   0,52%

Regulasi Driver Transportasi Online Masih Timpang, Tepatnya Diatur Kementerian UMKM


Minggu, 04 Mei 2025 / 14:55 WIB
Regulasi Driver Transportasi Online Masih Timpang, Tepatnya Diatur Kementerian UMKM
ILUSTRASI. Pengamat Celios mengungkapkan bahwa hingga kini belum ada regulasi komprehensif yang menaungi para driver transportasi online. . ANTARA FOTO/Fauzan/YU


Reporter: Leni Wandira | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengungkapkan bahwa hingga kini belum ada regulasi komprehensif yang menaungi para driver transportasi online. 

Ia menilai, pengaturan yang ada masih tersebar di berbagai kementerian dan belum menyentuh aspek perlindungan mitra driver secara utuh.

“Permasalahan mendasarnya adalah tidak adanya regulasi tunggal yang menaungi driver transportasi online,” kata Huda kepada KONTAN, Minggu (4/5).

Baca Juga: Merana karena Potongan Tarif Terlalu Tinggi, Driver Ojol Minta Aplikator Lakukan Ini

Menurutnya, aturan saat ini terbagi-bagi tarif diatur oleh Kementerian Perhubungan, kemitraan berada di bawah Kementerian Koperasi dan UKM. sementara Kementerian Ketenagakerjaan belum mengatur secara khusus karena hubungan kerja yang terbentuk adalah kemitraan, bukan hubungan kerja formal.

Huda berpendapat bahwa Kementerian UMKM lebih tepat untuk menjadi payung regulasi para driver transportasi online karena hubungan antara driver dan platform lebih menyerupai kemitraan usaha, bukan hubungan kerja karyawan. 

Ia menekankan pentingnya aturan yang disusun bersama asosiasi driver agar lebih setara, termasuk dalam penetapan tarif dan jaminan akses terhadap layanan kesehatan dari pihak platform.

Lebih lanjut, Huda mengakui bahwa ada konsekuensi dari status kemitraan ini. Driver tidak bisa menuntut hak-hak seperti Tunjangan Hari Raya (THR) atau upah minimum. Namun, ia menilai hal itu masih masuk akal, mengingat pendapatan mereka sangat tergantung pada kinerja dan fleksibilitas kerja masing-masing individu.

Baca Juga: Begini Tanggapan Grab Soal Tuntutan Komisi Ojol, Regulasi Jadi Acuan

“Dampak positifnya, driver jadi lebih fleksibel. Mereka bisa bekerja ke beberapa platform sekaligus, bahkan di industri berbeda. Ini esensi dari gig worker,” ujarnya.

Ia juga mendorong agar sistem algoritma platform dibuat lebih transparan dan tidak merugikan driver, serta menghapus syarat keaktifan atau target jam kerja tertentu, demi menjaga prinsip fleksibilitas.

“Ketika jam kerja fleksibel, driver bisa mendapatkan lebih banyak sumber pendapatan. Tapi ya harus fair juga dari sisi platform,” pungkasnya.

Selanjutnya: LPEM FEB UI: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tampaknya Mulai Kehabisan Bahan Bakar

Menarik Dibaca: 10 Jus Buah untuk Penderita Asam Lambung yang Aman Dikonsumsi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×