Reporter: Benedicta Prima | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) meluncurkan buku laporan perekonomian Indonesia 2018. Dalam kesempatan tersebut Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan tahun 2018 adalah tahun yang sulit.
Banyak tantangan yang dihadapi Indonesia tahun lalu. Antara lain kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) yang agresif naik empat kali (2,25%-2,5%), ketegangan perdagangan AS-Tiongkok, penurunan harga komoditas, perlambatan pertumbuhan ekonomi serta sejumlah peristiwa geopolitik.
Juga, keluarnya aliran modal asing yang keluar, menguatnya dollar AS terhadap seluruh mata uang dunia, dan tingginya premi resiko ketidakpastian di pasar keuangan global.
"Sejumlah negara emerging market bahkan tidak tahan. Turki dan Argentina krisis ekonomi dan finansial. Kita patut bersyukur kinerja ekonomi Indonesia cukup baik," jelas Perry, Rabu (27/3).
Indonesia bisa memulihkan diri dengan inflasi terkendali dikisaran 3,13% secara tahunan, nilai tukar rupiah dari Rp 15.400 saat ini bisa stabil dan cenderung menguat dikisaran Rp 14.200, dan defisit transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) 2,98% di bawah batas aman 3% dari produk domestik bruto (PDB). Serta sejak triwulan IV-2018 aliran modal asing mulai masuk lagi.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,17% di sejumlah negara yang sedang resesi adalah capaian yang cukup baik," ujar Perry.
Kendati demikian, Perry masih meletakkan fokus utamanya pada ekspor yang masih sulit untuk didorong. Untuk itu, tahun 2019 perlu konsisten melakukan reformasi struktural. Terutama untuk meningkatkan daya saing seperti pengembangan infrastruktur, perbaikan iklim investasi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Hal ini menjadi kunci mendorong peningkatan modal dalam negeri, peningkatan kualitas tenaga kerja, dan yang paling penting mendorong industrialiasi di Indonesia, supaya ekonomi tidak booming hanya saat harga komoditas tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News