Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli
Pada tahun 1960-an, sanering (pemotongan nilai mata uang) dan redenominasi gagal karena panasnya situasi politik yang membuat kebijakan moneter tidak maksimal.
"Jadi jangan salah pengertian. Ini tidak memotong nilai uang. Bandingkan saja dengan mata uang lainnya, Jepang, Singapura, bedanya cuma 1 poin dengan dollar AS. Sedangkan rupiah nolnya sampai Rp 14.000. Untuk itu redenominasi menjadi salah satu meningkatkan kebanggaan kepada rupiah," pungkas Josua.
Baca Juga: Rata-rata return reksadana tetap dollar AS bakal tembus 10% di Akhir 2019
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan 19 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang menjadi bidang tugas Kementerian Keuangan untuk ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2020-2024.
Salah satu yang dimasukkan dalam Prolegnas 2020-2024 adalah perubahan harga rupiah alias redenominasi. Aturan ini diharapkan bisa meningkatkan efisiensi waktu, transaksi, hingga efisiensi pencantuman harga barang atau jasa karena jumlah digit rupiah yang lebih sedikit.
"Urgensi pembentukan untuk menyederhanakan sistem transaksi, akuntansi dan pelaporan APBN karena tidak banyaknya jumlah digit rupiah," ungkapnya. (Fika Nurul Ulya)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Agar Tak Salah Kaprah, Redenominasi Perlu Sosialisasi Terus-Menerus",
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News