Reporter: Grace Olivia | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang kuartal-I 2019 masih akan cukup positif, yaitu berkisar 5,17% - 5,20% secara tahunan (yoy). Kendati begitu, upaya menjaga bahkan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kuartal selanjutnya atau kuartal II 2019 dinilai akan lebih menantang. Sebab, belum ada tanda-tanda perbaikan yang signifikan pada realisasi investasi Indonesia sepanjang kuartal pertama 2019 lalu.
Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail mengakui, kuartal kedua kerap menjadi periode puncak pertumbuhan ekonomi setidaknya dalam lima tahun terakhir lantaran adanya momentum bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri.
"Momentum tersebut selalu menjadi puncak konsumsi domestik sehingga masih ada peluang pertumbuhan ekonomi kuartal II 2019 bisa melaju 5,25%-5,3% jika pertumbuhan konsumsi mencapai 5,15%," ujar Mikail kepada Kontan.co.id, Jumat (3/5).
Pertumbuhan yang lebih tinggi di kuartal kedua juga bisa dicapai jika pemerintah makin mempercepat belanja hingga tumbuh pada kisaran 8%-10%. Hingga akhir Maret 2019 lalu, realisasi belanja pemerintah di APBN tumbuh sebesar 7,9% yoy, lebih tinggi dibandingkan realisasi APBN 2018 yang hanya tumbuh 4,75% pada periode sama.
Meski demikian, Mikail mengkhawatirkan pertumbuhan pengeluaran investasi yang belum akan menunjukkan perbaikan signifikan. Pertumbuhan penyaluran kredit juga akan cenderung menurun seiring dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan yang melambat.
"Kecuali pemerintah mempercepat belanja, terutama dengan dana-dana yang masih mengendap di Bank Indonesia (BI) hasil penerbitan SBN di kuartal I 2019. Dana yang ditarik dari masyarakat, kembali dibelanjakan," ujar dia.
Senada, Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memperkirakan realisasi investasi masih akan moderat di kuartal II 2019, terutama realisasi investasi langsung oleh asing (FDI). Ini terlihat dari realisasi investasi asing (PMA) yang dicatat BKPM sepanjang kuartal pertama turun 0,9% yoy.
"Paling tidak masih bisa di kisaran 5% karena jaminan stabilnya harga dan daya beli masyarakat, serta nilai tukar yang kemungkinan masih akan stabil juga," kata David, Jumat (3/5).
Sementara, Head of Economic & Research UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja mengatakan, untuk jangka menengah pemerintah mesti terus menarik FDI ke sektor-sektor yang lebih berorientasi ekspor, serta di daerah-daerah di mana semakin banyak konten lokal digunakan. Juga memastikan kejelasan daftar investasi negatif (DNI) dan melakukan pendalaman keuangan untuk memacu pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini.
"Tantangan jangka panjang lebih pada memonetisasi pembelanjaan kelas konsumen yang meningkat seiring dengan digitalisasi yang cepat dan revolusi industri 4.0 untuk menghasilkan manfaat nyata pertumbuhan ekonomi bagi kesejahteraan," kata Enrico.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News