kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Rasio Utang Pemerintah Berpotensi Naik Jadi 39% Terhadap PDB, Simak Pemicunya


Selasa, 26 Maret 2024 / 04:30 WIB
Rasio Utang Pemerintah Berpotensi Naik Jadi 39% Terhadap PDB, Simak Pemicunya
ILUSTRASI. Rasio utang pemerintah berpotensi naik menjadi 39% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rasio utang pemerintah berpotensi meningkat menjadi 39% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sejalan dengan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2024 yang diperkirakan melonjak dari target.

Untuk diketahui, posisi utang pemerintah hingga akhir Januari 2024 mencapai Rp 8.253,09 triliun. Rasio utang pemerintah pada Januari 2024 tersebut mencapai 38,75% terhadap PDB. 

Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Yusuf Rendy Manilet menilai, rasio utang pemerintah bisa melebar di level 39% terhadap PDB dengan asumsi adanya penambahan belanja pemerintah.

Baca Juga: Utang Pemerintah Melonjak, Pembayaran Bunga Naik 37% hingga Februari 2024

Belanja pemerintah tahun ini memang diperkirakan meningkat terlebih adanya pergantian masa transisi kepemimpinan Presiden baru pada Oktober mendatang.

“Dan di saat yang bersamaan proyeksi terkait perlambatan pertumbuhan ekonomi dan harga komoditas itu terjadi di tahun ini,” tutur Yusuf kepada Kontan, Senin (25/3).

Ia menyebut, kondisi rasio utang pemerintah akan sangat dipengaruhi dari kemampuan penerimaan pajak sebagai salah satu sumber pendanaan utama APBN.

Dengan harga komoditas yang semakin melambat pada tahun ini, maka penerimaan pajak pemerintah juga berpotensi mengalami perlambatan.

Kemudian, terkait pertumbuhan ekonomi tahun ini juga diperkirakan melambat sejalan dengan konsumsi rumah tangga yang terus menurun.

“Kami di CORE pada tahun lalu memproyeksikan batas bawah pertumbuhan ekonomi untuk proyeksi 2024 itu akan mencapai 4,9%, dan salah satu komponen yang kami proyeksikan akan melambat pertumbuhannya adalah konsumsi rumah tangga,” jelasnya.

Maka dari itu, dengan potensi belanja pemerintah yang diperkirakan melebihi target yang sudah ditentukan, dan penerimaan negara yang berpotensi melambat, dan tidak akan ada perubahan asumsi makro di tahun, ini maka peluang bertambahnya rasio utang dibandingkan kondisi di tahun lalu itu terbuka lebar.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memperkirakan, defisit APBN 2024 bisa melebar ke 2,3% hingga 2,8% dari  PDB akibat adanya penambahan alokasi belanja pemerintah.

Sebagai informasi, pemerintah menargetkan defisit APBN tahun ini sebesar 2,29% dari PDB, atau dalam nominal sebesar Rp 522,8 triliun.

Potensi defisit APBN 2024 tersebut antara lain karena tahun ini pemerintah menambah anggaran subsidi pupuk sebesar Rp 14 triliun, sehingga total anggarannya menjadi Rp 40,68 triliun.

Baca Juga: Utang Pemerintah Melonjak, Pembayaran Bunga hingga Februari Capai Rp 69 Triliun

Faktor lain adalah karena adanya tambahan 2 program bansos untuk memitigasi pangan dan juga stunting. Pertama BLT tunai sebesar Rp 600.000 untuk 22 juta KPM dengan anggaran Rp 11,25 triliun. kedua, bantuan beras 10 kg (ditambah telur dan daging ayam untuk keluarga yang memiliki balita stunting) sampai dengan Juni 2024 mencapai Rp 17,5 triliun.

Disamping itu, ia juga menyampaikan saat sidang kabinet telah diputuskan bahwa tidak akan ada kenaikan tarif listrik, tidak ada kenaikan harga BBM sampai dengan Juni, baik itu BBM subsidi dan non subsidi. Dengan keputusan tersebut lanjutnya, akan membutuhkan anggaran tambahan untuk Pertamina maupun PLN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×