Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Pemerintah memperkirakan defisit anggaran akan melebar hingga menjadi 2,5% terhadap produk domestik bruto (PDB). Pasalnya ada perubahan dalam postur anggaran berupa penurunan penerimaan negara hingga Rp 90,6 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2016.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, untuk menutupi defisit itu pemrintah akan menambah pembiayaan salah satunya dengen penerbitan surat utang negara, atau pinjaman multilateral. "Sebagian lagi dari kas sendiri," kata Bambang, Jumat (7/4) di Jakarta.
Hanya saja, Bambang tidak menyebutkan berapa porsi dari masing-masing opsi tersebut. Sebelumnya, pemerintah pernah mengatakan akan menggunakan dana Sisa Lebih Pagu Anggaran (Silpa) tahun 2015 sebesar Rp 20 triliun.
Dengan begitu, Bambang mengaku aman dengan postur yang akan diajukannya dalam RAPBN-P tersebut kepada dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam RAPBN-P yang akan diajukan itu pemerintah mematok penerimaan negara sebesar Rp 1.729,9 triliun lebih rendah dari APBN 2016 sebesar Rp 1.822,5 triliun.
Sebelumnya pemrintah sempat mengatakan potensi shortfall penerimaan pajak bisa mencapai Rp 290 triliun. Namun, shortfall sebesar itu bisa dihindari dengan beberapa cara, salah satunya mendorong kebijakan tax amnesty, ditambah ekstensifikasi perpajakan.
Pemerintah juga akan meningkatkan penindakan di bidang perpajakan, untuk meminimalisir upaya penghindaran pajak. Salah satunya pajak di sektor e-commerce.
Sementara itu di sisi belanja, pemerintah memangkas anggaran belanja hingga Rp sekitar Rp 50 triliun, dari Rp 2.095,7 triliun di APBN 2016 menjadi Rp 2.045 triliun. Diantaranya dengan memangkas sejumlah anggaran yang tidak produktif, misalnya untuk perjalanan dinas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News