Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Utang menjadi penyokong kenaikan cadangan devisa (cadev) Maret 2016. Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa per akhir Maret 2016 sebesar Rp 107,5 miliar, naik US$ 3 miliar dibandingkan dengan akhir Februari 2016 yang senilai US$ 104,5 miliar.
Posisi cadangan devisa per akhir Maret 2016 cukup untuk membiayai delapan bulan impor atau 7,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Cadangan devisa juga berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor. “Cadangan devisa juga mampu menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata Tirta Segara, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI dalam keterangan resmi, Kamis (7/4).
Namun patut dicatat, kenaikan cadangan devisa ini ditopang oleh penerbitan sukuk global pemerintah dan lelang Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valuta asing (valas). Penerbitan utang itu jauh melampaui kebutuhan devisa untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Per akhir Maret 2016, BI telah menerbitkan SBBI valas untuk dua seri dengan total nilai US$ 500 juta. Pada akhir Maret juga, pemerintah menerbitkan global sukuk sebesar US$ 2,5 miliar untuk menutupi defisit anggaran 2015 yang ditargetkan sebesar 2,15% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Lampu kuning
Ekonom Maybank Juniman menilai, kenaikan utang luar negeri pemerintah tidak menjadi masalah, sebab posisi rasio utang luar negeri pemerintah terhadap PDB masih aman. Namun jika ditotal dengan utang luar negeri swasta, rasio utang luar negeri Indonesia sudah lampu kuning.
Saat ini posisi rasio utang luar negeri pemerintah terhadap PDB mencapai 24%. Sementara pemerintah tahun ini menargetkan rasio utang terhadap PDB sebesar 27%. Kenaikan utang luar negeri pemerintah akan menambah total rasio utang luar negeri Indonesia, publik maupun swasta, yang tahun lalu sudah mencapai angka 36%.
Ekonom BCA David Sumual menilai, selain utang kenaikan cadangan devisa juga disokong penguatan harga minyak mentah pada bulan lalu. Akhir Maret lalu, harga minyak brent berada di sekitar US$ 39 per barel.
Selain itu, fundamental ekonomi domestik juga mulai membaik sehingga menarik masuk arus investasi asing. “Harapannya bukan investasi portofolio yang masuk, tetapi juga investasi langsung, sehingga pada jangka panjang ekspor membaik,” kata dia.
Dengan perbaikan ekspor, defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) akan membaik. Sebelumnya BI memprediksikan, defisit neraca transaksi berjalan sepanjang tahun ini akan naik. Meski masih di bawah 3% dari PDB, posisi itu naik dari tahun lalu yang senilai US$ 17,8 miliar atau setara dengan 2,06% dari PDB.
Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan, pelebaran defisit transaksi berjalan tahun ini dipengaruhi ekonomi domestik. Sebab, investasi pemerintah mulai meningkat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News