kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pupuk Langka, KPPU Bakal Surati Produsen BUMN Pelat Merah


Jumat, 23 Januari 2009 / 08:14 WIB


Sumber: KONTAN |

JAKARTA. Produsen pupuk BUMN dituding melakukan kartel terkait kelangkaan pupuk di pasaran. Tindakan tersebut diduga terjadi dalam proses distribusi. Pasalnya, sejauh ini belum ada mekanisme pasar penyaluran pupuk dari produsen ke konsumen. Sedangkan pengawasan pemerintah terhadap produksi dan distribusi pun masih lemah.

Direktur Kebijakan Persaingan KPPU Taufik Ahmad bilang setidaknya ada tiga pelanggaran yang dilakukan para produsen pupuk pelat merah.

Pertama, para produsen melakukan praktek kartel dengan menahan pupuk atau menyalurkan tidak sesuai peruntukan, sehingga pupuk langka di pasaran. Ini membuat harga jual pupuk jauh melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Bahkan, harga pupuk non subsidi sudah jauh lebih tinggi daripada pupuk impor. "Beda harganya bisa sampai Rp 1.000 per kilogram," ujar Ketua KPPU Benny Pasaribu.

KPPU juga menemukan untuk order pupuk dalam jumlah kecil, misalnya yang memiliki berat 100 kg. Produsen mengenakan harga di atas yang ditetapkan pemerintah; sehingga muncul pertanyaan apakah order kecil harus mengharapkan pupuk dari hasil impor. "Ini apa artinya, apa produsen itu mau bermaksud mengundang impor semua," sebut Benny.

Memang, data terakhir menunjukkan kalau kapasitas produksi pupuk dalam negeri maksimal hanya 8 juta ton, sementara kebutuhan dalam negeri lebih dari 10 juta ton. Dan Benny memperkirakan tahun ini kebutuhan pupuk bakal mencapai 12 juta ton per tahun.

Tudingan kedua, menurut Taufik, telah terjadi rayonisasi atau pembagian wilayah untuk pupuk non subsidi. Selama ini rayonisasi ditetapkan pemerintah terhadap pupuk subsidi, namun ternyata dalam perjalanannya, rayonisasi juga diterapkan pada pupuk non subsidi. Sehingga produsen tidak mau menyalurkan pupuk produksinya ke tempat atau wilayah lain yang bukan bagiannya, walaupun terjadi kekurangan di wilayah lain.

Ketiga, adanya dugaan praktek penguasaan pasar dalam bentuk diskriminasi oleh produsen pupuk. Para produsen pupuk pelat merah ternyata juga memiliki anak usaha yang menjadi distributor. Tak heran, produsen terlebih dahulu memenuhi kebutuhan dari anak usahanya. Saat terjadi kelangkaan, distributor tersebut mengatur harga, sehingga distributor lain pun menjadi pengikut.

Itu sebabnya, dalam sepekan ke depan KPPU akan mengirimkan surat kepada beberapa BUMN produsen pupuk. Benny bilang akan menempuh langkah persuasif terlebih dahulu sebelum mengambil langkah penegakan hukum. Dia beralasan KPPU berhati-hati dalam mengambil tindakan dan mengutamakan efektivitas keberhasilan.

"Kalau lewat cara persuasif mereka sudah merespon dengan baik, ngapain kita kejar-kejaran sama mereka," cetusnya.

Dalam surat yang bakal segera dikirimkan, KPPU minta para produsen untuk menerapkan harga wajar dan mengisi kelangkaan yang terjadi. Tapi, kalau tidak berhasil, Benny bilang tidak ada instrumen lain, KPPU akan tempuh penegakan hukum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×