Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Nama Komisaris Jenderal Budi Gunawan menjadi sorotan selama hampir sepekan ini. Pada tanggal 9 Januari 2015, Presiden Joko Widodo mengajukan nama Budi sebagai calon tunggal Kepala Polri kepada DPR. Polemik pun mencuat. Penolakan dari berbagai kalangan mulai disuarakan.
Budi dianggap tak bersih. Namanya pernah disebut-sebut sebagai salah satu jenderal polisi yang diduga memiliki rekening tak wajar alias rekening gendut. Budi telah memberikan bantahannya. Sebuah surat berkop Bareskrim Polri ditunjukkannya dalam uji kelayakan dan kepatutan di DPR pada Rabu (14/1) kemarin. Surat itu menyatakan bahwa laporan hasil analisa terhadap rekening-rekeningnya tak ada kejanggalan.
Namun, penolakan terhadap perwira polisi angkatan tahun 1983 yang kini menjabat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian (Kalemdikpol) itu tetap mengemuka. Intinya, publik menolak Budi Gunawan dicalonkan sebagai pucuk pimpinan institusi Bhayangkara.
Pada tanggal 13 Januari 2015, sehari sebelum menjalani uji kelayakan dan kepatutan di KPR, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penetapan Budi sebagai tersangka. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, Budi dijerat Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Ia diduga melakukan tindak pidana korupsi. Seperti apa suara penolakan terhadap Budi?
Gunakan hati nuranimu, Pak Presiden...
Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar yakin pemilihan nama Budi Gunawan sebagai Kapolri bukan berdasarkan pilihan Presiden Jokowi. Dia yakin Budi adalah 'titipan' kelompok kepentingan politik di sekitar Presiden.
"Gunakanlah pertimbangan hati nuranimu, Pak presiden, hati nurani dan moral sendiri," ujar Bambang di Sekretariat Kontras Jakarta, Kamis (14/1) siang.
Ia mengingatkan Jokowi untuk tak tunduk pada kepentingan politik tertentu. Bahkan, terhadap kepentingan politik pengusungnya sendiri. Presiden, ujar Bambang, harus mandiri.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar menyoroti proses pencalonan Budi sebagai Kapolri. Ia menyayangkan tak dilibatkannya KPK atau PPATK dalam proses itu. Ia menduga, Jokowi sengaja tidak melibatkan keduanya demi mengamankan dan memuluskan jalan Budi menjadi Kapolri.
"Kalau mekanismenya kayak zaman pemilihan menteri, pasti ada red notice. Jadi lika-likunya dimudahkan. Ini seperti operasi untuk mengamankan BG (Budi Gunawan) untuk jadi Kapolri," ujar Haris.
Peneliti Indonesian Institute for Development and Democracy Arif Susanto khawatir kepercayaan publik terhadap pemerintahan Jokowi akan merosot jika Budi tetap diusung menjadi Kapolri. Dia menilai, Jokowi bermain-main di atas kepercayaan publik.
Jokowi, lanjut Arif, adalah sosok yang dinanti-nanti pascareformasi. Menurut dia, mantan Gubernur DKI Jakarta itu mampu membawa perubahan Indonesia menjadi lebih baik. Rakyat pun telah menaruh rasa percaya atas Jokowi. Terbukti saat Jokowi memenangi dalam Pilpres 2014.
"Tapi, Jokowi nampaknya menyia-nyiakan apa yang telah dipercayakan publik terhadapnya," ujar Arief.
Ultimatum relawan "Dua Jari"
Penolakan juga datang dari sejumlah artis dan seniman yang tergabung dalam relawan "Konser Salam Dua Jari". Mereka mendesak Jokowi membatalkan pencalonan Budi sebagai Kapolri. Jika tetap dilanjutkan, mereka mengancam menggelar aksi turun ke jalan sebagai bentuk ketidakpuasan mereka terhadap keputusan Presiden.
"Kami sebagai relawan 'Konser Salam 2 Jari' menyatakan akan turun ke jalan dan meminta KPK segera menuntaskan kasus pidana di balik rekening gendut," ujar koordinator Relawan Konser Salam Dua Jari, Abdee Negara melalui siaran pers, Kamis (15/1).
Abdee mengatakan, ia dan para relawan menyadari bahwa memilih Kapolri merupakan hak prerogatif presiden. Akan tetapi, ia berharap sosok yang dipilih Jokowi beritegritas dan memiliki rekam jejak yang baik. Menurut Abdee, pencalonan Budi Gunawan telah menafikan penetapannya sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi.
"Kami percaya bahwa Bapak Jokowi sebagai presiden pilihan kami akan mendengarkan dengan hati dan tidak semata hanya dengan telinga. Kami percaya, Bapak masih punya hati untuk mendengarkan suara kami," kata Abdee.
Di media sosial Twiter, kicauan dengan tagar #BudiGunawan bertebaran. Banyak akun yang memposting kicauan merespons pencalonan Budi. Salah satunya @knightmandella yang berkicau, "#Budigunawan kalau @Jokowi_do2 melantik BG sebagai Kapolri, lengkap sudah pengkhianatannya pada amanat rakyat".
Ada juga akun @AgieGerry yang menjadikan nama Budi sebagai lelucon. Dia berkicau, "Ini Budi. Ini ibu (yang merekomendasikan) Budi. Siapakah presiden kita? #pelajarananakSD #BudiGunawan".
The show must go on
Di tengah penolakan yang begitu geras, 'the show must go on'. Budi tetap memenuhi undangan uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III kemarin. Bahkan, puja-puji dilayangkan para wakil rakyat.
Di hadapan anggota Dewan, Budi mengklaim semua transaksi keuangannya selama ini legal.
"Hasil penyidikan disimpulkan sebagai transaksi yang wajar. Tidak dikatakan perbuatan melanggar hukum dan tidak melibatkan transaksi yang tidak wajar," ujar Budi.
Hasilnya, Budi lolos tanpa hambatan. Secara aklamasi, Komisi III menyetujui Budi sebagai calon Kapolri. Keputusan Komisi III akan disahkan dalam rapat paripurna DPR hari ini. Meski Budi berstatus tersangka, DPR berdalih bahwa mereka hanya meneruskan rekomendasi yang disampaikan Presiden.
Presiden hingga saat ini belum mengeluarkan keputusan setelah Budi dinyatakan lolos dalam proses uji kepatutan dan kelayakan DPR RI.Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan, Budi bisa saja tetap dilantik sebagai Kapolri meski berstatus tersangka.
"Secara aturan, bisa. Yang tidak bisa itu kalau sudah ada penetapan status hukum tetap. Kedua, kalau yang bersangkutan dengan statusnya tersebut tidak bisa melaksanakan tugasnya," ujar Andi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu.
Bagaimana keputusan akhir Jokowi? Semuanya menanti. (Fabian Januarius Kuwado)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News