Reporter: Ratih Waseso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo mengajak semua pihak untuk kompak dan bersatu dalam menangani inflasi karena saat ini inflasi merupakan momok setiap negara. Pernyataan ini dilontarkan saat memberikan pengarahan kepada seluruh menteri, kepala lembaga, kepala daerah, pimpinan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), panglima daerah militer, kepala kepolisian daerah, dan kepala kejaksaan tinggi di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, pada Kamis, 29 September 2022.
"Kita harus kompak, harus bersatu dari pusat, provinsi, kabupaten/kota, sampai ke bawah, dan semua kementerian/lembaga seperti saat kita kemarin menangani Covid. Kalau Covid kita bisa bersama-sama, urusan inflasi ini kita juga harus bersama-sama," ujarnya, Kamis (29/9).
Ia menjelaskan, jika di negara lain inflasi merupakan urusannya bank sentral, maka di Indonesia inflasi merupakan tanggung jawab bersama. Di Indonesia otoritas fiskal dan moneter, yakni Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan, dinilai bisa berjalan beriringan dan rukun.
Baca Juga: Jurus Sri Mulyani Menghadapi Potensi Resesi Global
"Tapi yang lebih penting adalah bukan mengerem uang beredarnya, tetapi kita menyelesaikan di ujungnya, yaitu kenaikan barang dan jasa yang itu menjadi tanggung jawab kita semuanya," imbuhnya.
Hal paling penting untuk diantisipasi saat ini adalah kenaikan harga bahan pangan dan bahan makanan karena merupakan kontributor terbesar inflasi hingga Agustus ini.
Menurutnya, kenaikan harga sejumlah komoditas seperti cabai merah dikarenakan suplainya yang kurang.
Karenanya, Jokowi mendorong semua kepala daerah untuk mengajak petani menanam komoditas tersebut.
"Tugas Saudara-Saudara, bagaimana mengajak para petani untuk menanam ini, kalau di daerah Bapak, Ibu, dan Saudara-Saudara sekalian cabai harganya tinggi," ungkapnya.
Baca Juga: Target Pertumbuhan Ekonomi 5,3% di 2023 Sudah Pertimbangkan Ancaman Resesi
Cara lainnya adalah dengan menggunakan dana transfer umum dan belanja tidak terduga dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) untuk menutup ongkos transportasi dari tempat produksi menuju pasar.
Jokowi memberikan contoh, jika telur banyak di Bogor, Blitar, dan Purwodadi, maka pedagang di Palembang yang harga telurnya naik didorong untuk membelinya dari tiga daerah tadi.
"Biarkan pedagang atau distributor itu beli di Bogor, tapi ongkos angkutnya ditutup oleh APBD provinsi, kabupaten, maupun kota. Misalnya, ini misalnya, berapa sih ongkos truk dari Bogor ke Palembang? Saya cek kurang lebih Rp 10 juta. Mungkin ini setelah penyesuaian BBM jadi Rp 12 juta, Rp 10 juta sampai Rp 12 juta," paparnya.
Apabila semua pihak bekerja secara detail, kemudian produksi komoditasnya didorong, dan transportasinya ditutup dari APBD, maka inflasi akan lebih mudah untuk dikendalikan.
Kepala daerah juga diminta untuk tidak ragu dalam menggunakan biaya tak terduga dan dana transfer umum karena regulasinya sudah ada.
"Jangan sampai ada yang ragu-ragu lagi mengenai penggunaan biaya tak terduga, belanja tak terduga, dan juga dana transfer umum karena sudah ada PMK-nya, Peraturan Menteri Keuangannya, sudah ada SE (surat edaran) Mendagri-nya. Saya sudah sampaikan juga ke Kejaksaan Agung, ke KPK, untuk hal-hal ini karena sekarang kita sangat membutuhkan," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News