Reporter: Dwi Nur Oktaviani | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Wakil Ketua DPR, Pramono Anung, menegaskan kalau Kepolisian tengah mendapat tugas berat dari Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, untuk memulangkan Mantan Bendahara Umum Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Namun, ia meminta jangan khawatir. Meski, Indonesia tidak memiliki perjanjian ekstradisi, tapi Pramono punya solusi posisi tawar yang bagus. Contohnya dengan cara membuat peraturan agar setiap Warga Negara Indonesia (WNI) yang menaruh hartanya atau pun investasi properti di Singapura dikenai pajak 50%. Hal itu bagi Pramono bisa menjadi posisi tawar Indonesia dalam mengembalikan WNI yang tersangkut masalah.
Bukan hanya itu, menurut Pramono dengan banyaknya orang yang berinvestasi di Singapura, itu telah membuat pembangunan negara singa itu berkembang. Lebih jauh, Mantan Sekjen PDI Perjuangan itu bilang kalau negara Singapura itu selama ini juga sangat bergantung dari Indonesia atas investasi dari orang-orang Indonesia.
"Sebenarnya yang paling utama yang harus dilakukan pemerintah adalah sesegera mungkin melakukan posisi tawar untuk orang-orang selama ini yang menjadikan Singapura sebagai tempat untuk persembunyian kalau menghadapi persoalan itu. Kalau pajak dibuat tinggi, maka Singapura akan kesulitan karena pembangunan di sana karena orang kita juga. Dan pajak ini bisa dijadikan posisi tawar agar Singapura mau membuat perjanjian ekstradisi. Kita bisa tekan Singapura soal ekstradisi lewat pajak ," ujar Pramono di Nusantara III, Jumat (1/7).
Soalnya, Pramono menilai kalau kemudian Presiden secara langsung turun tangan dan instruksi ini tidak bisa direalisasikan. Maka, sama saja menambah banyaknya instruksi Presiden yang tidak bisa direalisasikan. "Presiden sebagai Kepala Negara. Kepala pemerintahan harusnya, kalau orang Jawa itu sapdo pandito ratu (patuh pada pimpinan). Apa pun ini kan harus diupayakan," tutupnya.
Seperti yang kita ketahui, menurut juru bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memerintahkan Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo untuk ikut membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjemput bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, kembali ke Indonesia. KPK telah menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pembangunan Wisma Atlet di Kementerian Pemuda Olah raga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News