Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peneliti Alpha Research Database & Penulis Buku Freeport Ferdy Hasiman menilai, calon presiden (Capres) 02, Prabowo Subianto tidak faham soal economic interest 81,21 % Freeport. Hal itu ia sampaikan mengomentari pernyataan Prabowo dalam sesi debat ke empat, pada Sabtu (30/3).
Kata Ferdy, Prabowo lagi-lagi tidak cermat soal Freeport. Beberapa hari setelah divestasi saham Freeport Indonesia, induk usahanya, Freeport McMoran melaporkan kepada pemegang saham di bursa New York Stock Exchange (NSE).
Kata dia, dalam laporan itu, Freeport McMoran melaporkan, dari proses final kesepakatan dengan pemerintah Indonesia, FCX mendapat 81,28 % Economic Interest dari proses itu.
"Perhitungan Economic Interest ini tentu adalah perhitungan ekonomi korporasi yang sangat kompleks dan detail. Ketika penulis mengonfirmasi ini kepada Freeport Indonesia (14/1), Riza Pratama, Juru Bicara Freeport mengatakan, itu adalah perhitungan Freeport McMoran, Freeport Indonesia tak mengeluarkan perhitungan itu," ujar dia dalam keterangannya, Minggu (31/3).
Dia melanjutkan, Freeport McMoran hanya melaporkan itu untuk meyakinkan investor strategisnya bahwa perusahaan itu masih menerima keuntungan secara korporasi dari pertambangan Grasberg.
Kata Ferdy, itu bukan perhitungan terkait, dividen atau penerimaan negara. Perhitungan Economic Interest adalah perhitungan tersendiri dari Freeport McMoran. Tidak terkait keuntungan yang) diterima.
"Ini tentu perlu menjadi catatan. Perhitungan Economic Interest itu hanya masuk dalam perhitungan Freeport McMoran untuk dilaporkan kepada pemegang saham. Perhitungan itu tidak masuk dalam IUPK yang dibuat pemerintah," kata dia.
Pihak Freeport McMoran juga, lanjut dia, meminta pemerintah Indonesia untuk menghormati Kontrak Karya Freeport dan Rio Tinto yang berlaku sampai tahun 2021. Dengan itu, usai berlakunya Economic Interest yang mencapai angka 81,28 % itu hanya tiga tahun saja.
"Sudah dikatakan dalam bagian terdahulu bahwa Rio Tinto mengontrol 40 % PI atau menguasai 40 % produksi tembaga dan emas Grasberg, sementara Freeport hanya menguasai 60 % produksi sampai 2022," kata dia.
Yang perlu dicatat adalah tambang open-pit hanyalah 7 % dari total cadangan Freeport. Cadangan terbesar sebesar 93 % tambang Grasberg ada di tambang underground, mencakup wilayah Kucing Liar, Grasbreg Open-pit, DOZ Block Cave, Big Gosan, Grasberg Blok Cave dan DMLZ Block Cave.
"Sampai tahun 2017, cadangan terbukti dan terkira di Grasberg sebesar 38,8 miliar pound tembaga, 33,9 juta ons emas, dan 153,1 juta ons perak," kata dia.
Dengan begitu, sudah sangat tepat, bila pemerintah dan Inalum membeli saham Freeport saat ini.
"Mumpung produksinya masih turun, karena harga saham ikut turun. Inalum tidak menggunakan perhitungan aset dalam membeli saham Freeport. Jika memakai perhitungan aset, tentu sangat mahal," kata dia.
Inalum, kata dia, tentu memakai mekanisme discounted cash flow berdasarkan nilai buku saat ini dan apa yang diharapkan di masa depan. Produksi Freeport di Grasberg yang mengalami penurunan tahun 2019-2021 tentu akan menurunkan harga saham.
Menurut dia, Presiden Jokowi jenius dalam melihat ini. Berbeda dengan Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono.
"Jokowi itu secara politik pemimpin jenius melebihi SBY. Karena dia gunakan betul kesempatan divestasi Freeport. Wajar jika ini bisa dikonversi ke suara," kata dia.
Jika pun Economic Interest dihitung berdasarkan dividen, dia mengira tidak menjadi soal dividen yang diperoleh Inalum selama tahun 2019-2021 hanya 18.74 % (saham Inalum sebelumnya 9.36 % + saham Indocopper 9.36 %). turun, karena produksi Grasberg mengalami penurunan secara alamiah.
Menurut dia, mulai tahun 2022, Freeport akan menikmati produksi dari tambang underground yang dalam perkiraan mencapai 160.000-200.000 ton konsentrat tembaga. Jika harga metal di pasar global naik, maka tentu itu akan menguntungkan Freeport dan Inalum sebagai pemegang saham.
"Mulai tahun 2022, Inalum justru menikmati keuntungan lebih dari 50 % produksi Grasberg," kata dia.
Boleh jadi, lanjut dia, Indonesia akan mendapat keuntungan besar, karena pendapatan Freeport dari tambang Grasberg ke depan bisa berada di atas US$3 miliar per tahun. Dengan begitu, 51 % dari pendapatan itu akan diperoleh sebagai dividen.
"Kontribusi penerimaan negara juga akan semakin besar, karena ke depan, Freeport akan membangun pabrik smelter tembaga dan emas di Gresik, Jawa timur," kata dia.
Dengan keuntungan yang begitu besar, lanjut dia, Inalum akan mengembalikan dana pinjaman dari penerbitan obligasi global dalam rentang waktu 3-5 tahun dan menikmati keuntungan besar dari operasi tambang Grasberg di Papua.
"Jadi, kita perlu mengapresiasi langkah berani pemerintahan Jokowi yang telah menyelesaikan divestasi saham Freeport dengan mekanisme korporasi," kata dia.
Diketahui, divestasi perusahaan tambang tembaga dan emas di Grasberg, Papua, PT Freeport Indonesia kembali diperdebatkan dalam debat Calon Presiden, Sabtu (30/3) malam.
Masalah itu muncul, setelah Jokowi menjawab pertanyaan Prabowo tentang bagaimana menjaga national interest di pelabuhan-pelabuhan dan bandara-bandara yang telah banyak didominasi investasi asing.
Jokowi mengatakan, investasi asing di bandara-bandara dan pelabuhan-pelabuhan komersial masih dibutuhkan agar bisa belajar menambah pengetahuan, transfer manajemen, dari perusahaan asing yang telah berpengalaman di bidangnya.
Prabowo tak sepakat dengan itu. Di bandara-bandara dan pelabuhan-pelabuhan komersial sekalipun, menurut Prabowo sangat vital, tak boleh ada investasi asing di sana.
Jokowi pun mengambil contoh soal pengambil-alihan Freeport Indonesia dari Amerika Serikat. Dulu Indonesia hanya memiliki 9.36 % saham Freeport Indonesia, sekarang Indonesia mengontrol 51 % saham Freeport Indonesia melalui perusahaan BUMN, Indonesia Asahan Alumina (Inalum).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News