Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa penerimaan netto Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) hingga April 2025 mencapai Rp 175,7 triliun.
Angka ini menunjukkan kontraksi sebesar 19,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kendati begitu, secara bruto penerimaan PPN dan PPnBM justru mencatatkan pertumbuhan sebesar 1,1%.
Direktur Eksekutif IEF Research Institute, Ariawan Rahmat menilai bahwa daya beli masyarakat yang melemah turut menjadi penyebab penurunan penerimaan pajak.
Data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) menunjukkan penurunan ke level terendah sejak September 2022 pada Mei 2025, setelah sempat optimis pada bulan sebelumnya.
"Ini juga menunjukkan adanya potensi pelemahan daya beli masyarakat yang berkontribusi pada penurunan penerimaan pajak," ujar Ariawan kepada Kontan.co.id, Minggu (15/6).
Baca Juga: Penerimaan Pajak Turun 10,8% Per April 2025
Menanggapi implementasi kenaikan tarif PPN menjadi 12% untuk barang tertentu, Ariawan menyatakan bahwa dampaknya terhadap penerimaan sangat terbatas.
Hal ini disebabkan karena basis pajak yang dikenai tarif 12% sangat sempit, hanya mencakup barang-barang mewah yang sebelumnya juga sudah dikenai PPnBM.
Selain itu, kenaikan tarif ini juga menyebabkan penurunan volume permintaan secara proporsional lebih besar, sehingga justru mengurangi potensi penerimaan.
Baca Juga: Tak Ada Guncangan Besar, Penerimaan Pajak Diproyeksi Tetap Tumbuh di 2025
Selain itu, penurunan penerimaan PPN dan PPnBM pada periode tersebut juga disebabkan oleh kebijakan relaksasi jatuh tempo PPN Dalam Negeri (DN).
Kebijakan ini tentu menggeser waktu pencatatan sebagian penerimaan dari bulan Januari dan Februari ke bulan Maret sehingga angka penerimaan kumulatif hingga April 2025 mengalami kontraksi artifisial karena adanya perbedaan waktu dalam pembukuan penerimaan negara.
Di samping, lonjakan restitusi pajak juga menjadi biang keroknya. Ariawan menilai, penyebab lonjakan restitusi ini adalah efek lanjutan dari kebijakan administratif lain di luar PPN.
Misalnya, implementasi skema penghitungan PP Pasal 21 menggunakan Tarif Efektif Rata-Rata (TER) yang menyebabkan banyak Wajib Pajak mengalami kelebihan pembayaran pajak (lebih bayar) dan baru dapat diklaim pada awal tahun 2025.
"Hal ini mengakibatkan gelombang klaim restitusi sangat besar," imbuh Ariawan.
Baca Juga: Penerimaan PPN dan PPnBM Anjlok 19,6% Hingga April 2025. Efek Pelemahan Daya Beli?
Selanjutnya: Catat Rute Ganjil Genap Jakarta Timur, Simak Biar Terhindar Tilang!
Menarik Dibaca: iPhone 13 Pro Max Harga Juni 2025 Turun! Cek Fitur Lengkapnya & Kelebihannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News