Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mendorong Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat untuk dapat secepatnya mengeluarkan aturan mengenai pembatasan transaksi tunai. Hal ini sangat diperlukan mengingat berdasarkan temuan hasil riset dan analisis PPATK, tren transaksi tunai oleh berbagai lapisan masyarakat semakin meningkat.
"Hal ini antara lain dilakukan dengan maksud untuk mempersulit upaya pelacakan asal usul sumber dana yang diduga berasal dari tindak pidana dan memutus pelacakan aliran dana kepada pihak penerima dana," kata Kepala PPATK Muhammad Yusuf dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III di Gedung DPR, Jakarta, Senin (28/1).
Dengan adanya aturan mengenai pembatasan transaksi tunai ini, diharapkan dapat menekan tingkat kriminalitas. Sebab, kata Yusuf, pembatasan transaksi tunai sejalan dengan tujuan “less cash society”, karena transaksi tunai dalam jumlah besar memiliki tingkat risiko yang tinggi.
Selain itu, transaksi tunai juga mempersulit pelacakan transaksi serta mengarah kepada “non bank channel”. Menurut Yusuf, dengan adanya pengaturan mengenai pembatasan transaksi tunai akan menyejajarkan Indonesia dengan negara maju. Manfaat lain yang didapat dengan adanya aturan pembatasan transaksi tunai ini adalah juga untuk mengurangi biaya percetakan uang dengan seluruh risikonya antara lain peredaran uang palsu, uang rusak dan sebagainya.
"Pembatasan transaksi tunai ini juga dapat untuk mengoptimalkan penggunaan jasa perbankan dan penyedia jasa keuangan lainnya," tandas Yusuf.
Lebih lanjut Yusuf mengungkapkan bahwa pengaturan mengenai pembatasan transaksi tunai dapat dipergunakan untuk kebutuhan proses penegakan hukum dan sejalan dengan pengaturan dalam rangka menjaga kelancaran sistem pembayaran. Selain mendorong aturan pembatasan transaksi tunai, PPATK juga meminta Komisi III DPR untuk secepatnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan yaitu pada 5 Februari mendatang.
Dikatakan Yusuf, pengesahan RUU tersebut merupakan salah satu wujud komitmen Indonesia dalam memenuhi standar internasional bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme. Selain itu, kata Yusuf, dengan pengesahan RUU ini, dapat memperkuat pelaksanaan rezim anti pencucian uang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News