Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat jumlah utang pemerintah mencapai Rp 8.144,69 triliun hingga Desember 2023. Jumlah utang tersebut kembali meningkat jika dibandingkan dengan periode November 2023 yang sebesar Rp 8.041,01 triliun.
Mengutip Buku Kaledoskop APBN 2023 Edisi Januari 2024, jumlah utang tersebut setara dengan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) 38,59%. . Nilai rasio utang tersebut lebih rendah dibandingkan akhir 2022 yakni 39,70% PDB dan pada puncak pandemi Covid-19 di akhir 2021 40,74 persen PDB.
Rasio utang ini masih di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara serta lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2023-2026 di kisaran 40%.
Berdasarkan sumbernya, mayoritas utang pemerintah berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) mencapai 88,16% atau Rp 7.189,71 triliun. Ini terdiri dari SBN domestik dengan proporsi sebesar 71,73%, dan SBN valas 16,85%.
Baca Juga: BI: Siklus Kenaikan Suku Bunga Negara Maju Telah Berakhir
Untuk porsi pinjaman mencapai 11,84% dari total keseluruhan atau mencapai Rp 963,96 triliun. Terdiri dari pinjaman luar negeri Rp 34,05 triliun, dan pinjaman luar negeri Rp 929,93 triliun.
Kemenkeu menyebutkan, pemerintah mengutamakan pengadaan utang dengan jangka waktu menengah-panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif. Per 31 Desember 2023, profil jatuh tempo utang pemerintah terhitung cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di kisaran 8 tahun.
Pengelolaan utang pemerintah melalui penerbitan SBN turut mendukung pengembangan dan pendalaman pasar keuangan domestik, inklusi keuangan, serta peningkatan literasi keuangan masyarakat dari savings society menjadi investment society.
Kepemilikan investor individu di SBN domestik terus mengalami peningkatan sejak 2019 yang hanya mencapai 2,95% menjadi 7,72% pada periode ini.
Selanjutnya, bagi lembaga keuangan, SBN berperan penting dalam memenuhi kebutuhan investasi dan pengelolaan likuiditas, serta menjadi salah satu instrumen mitigasi risiko. Hal ini menjadikan perbankan sebagai pemilik SBN domestik terbesar, pada periode ini mencapai 26,51%, kemudian diikuti perusahaan asuransi dan dana pensiun yang memegang sekitar 18,47%.
Selain itu, kepemilikan oleh Bank Indonesia tercatat 19,43% antara lain digunakan sebagai instrumen pengelolaan moneter. Investor asing hanya memiliki SBN domestik sekitar 14,93% termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing.
Baca Juga: Pemerintah Diprediksi akan Banyak Terbitkan Surat Utang di Kuartal I-2024
Sementara, sisa kepemilikan SBN dipegang oleh institusi domestik lainnya untuk memenuhi kebutuhan investasi dan pengelolaan keuangan institusi bersangkutan.
Selanjutnya, guna meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang, pemerintah terus berupaya mewujudkan pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid. Salah satu strateginya melalui pengembangan berbagai instrumen SBN, termasuk pula pengembangan SBN tematik berbasis lingkungan (Green Sukuk) dan SDGs (SDG Bond dan Blue Bond).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News