Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah kembali naik hingga akhir Juni 2023. Berdasarkan dokumen APBN Kita, utang pemerintah pada akhir Juni 2023 mencapai Rp 7.805,19 triliun.
Secara nominal, posisi utang pemerintah tersebut naik Rp 17,68 triliun dibandingkan dengan posisi utang pada akhir Mei 2023 yang sebesar Rp 7.787,51 triliun. Sementara itu, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 37,93%.
“Pemerintah melakukan pengelolaan utang secara baik dengan risiko yang terkendali, antara lain melalui komposisi yang optimal, baik terkait mata uang, suku bunga, maupun jatuh tempo,” tulis Kemenkeu dalam APBN KITA Edisi Juli, dikutip Kamis (27/7).
Baca Juga: APBN Semester 1 2023 Surplus, Kebutuhan Pembiayaan dari SBN Lebih Rendah
Secara rinci, utang pemerintah didominasi oleh instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang kontribusinya sebesar 89,04%. Hingga akhir Juni 2023, penerbitan SBN tercatat sebesar Rp 6.950,10 triliun. Penerbitan ini juga terbagi menjadi SBN domestik dan SBN valuta asing (valas).
Dalam laporan tersebut, SBN Domestik tercatat sebanyak Rp 5.632,90 triliun yang terbagi menjadi Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 4.545,76 triliun serta Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 1.087,14 triliun.
Sementara itu, SBN Valas yang tercatat adalah sebesar Rp 1.317,20 triliun dengan rincian sebagai berikut, yaitu SUN sebesar Rp 1.018,33 triliun dan SBSN senilai Rp 298,87 triliun.
Kemenkeu juga memaparkan, utang pemerintah tersebut ada kontribusi 10,96% dari utang pinjaman pemerintah hingga akhir Juni 2023 yang sebesar Rp 855,09 triliun.
Pinjaman ini dirincikan dalam dua kategori yakni pinjaman dalam negeri sebanyak Rp 24,55 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 830,54 triliun.
Untuk pinjaman luar negeri juga telah dijabarkan oleh Kemenkeu sebagai berikut yakni pinjaman bilateral sebesar Rp 260,28 triliun, pinjaman multilateral sebesar Rp 516,51 triliun, dan pinjaman commercial bank sebesar Rp 53,75 triliun.
Sementara berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (Rupiah), yaitu 72,49%. Hal ini sejalan dengan kebijakan umum pembiayaan utang yaitu mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap.
"Pemerintah senantiasa melakukan pengelolaan utang secara hati-hati dengan risiko yang terkendali melalui komposisi yang optimal, baik terkait mata uang, suku bunga, maupun jatuh tempo," katanya.
Baca Juga: R&I Naikkan Outlook Utang Indonesia Menjadi Positif
Selain itu, pemerintah mengutamakan pengadaan utang dengan tenor menengah-panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif. Per akhir Juni 2023, profil jatuh tempo utang Indonesia terbilang cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di kisaran delapan tahun.
Selanjutnya, guna meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang, pemerintah terus berupaya mendukung terbentuknya pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid.
Salah satu strateginya adalah melalui pengembangan berbagai instrumen SBN, termasuk pula pengembangan SBN tematik berbasis lingkungan (Green Sukuk) dan SDGs (SDG Bond dan Blue Bond).
"Peranan transformasi digital dalam proses penerbitan dan penjualan SBN yang didukung dengan sistem online juga tak kalah penting, mampu membuat pengadaan utang melalui SBN menjadi semakin efektif dan efisien, serta kredibel," tulis Kemenkeu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News