kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Posisi Sulit Pemerintah Hingga Putuskan Kerek Harga BBM


Selasa, 06 September 2022 / 18:57 WIB
Posisi Sulit Pemerintah Hingga Putuskan Kerek Harga BBM
Petugas melayani pengisian bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite di SPBU Yos Sudarso, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Sabtu (3/9/2022). Posisi Sulit Pemerintah Hingga Putuskan Kerek Harga BBM.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Keputusan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite, Solar dan Pertamax jadi sorotan publik. Banyak yang kurang setuju dengan langkah ini, salah satunya disebabkan karena ada potensi kenaikan inflasi.

Di sisi lain pemerintah kerap mengeluhkan beban subsidi yang terlampau besar. Lantas, tepatkah langkah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi?

Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi adalah suatu keharusan.

"Menurut saya mau tidak mau suka tidak suka, ya pil pahit ini harus dilakukan. Harus diambil pil pahit ini. Memang  nggak bisa dinikmati semua orang, tinggal pemerintah gimana caranya pil pahit itu nggak terlalu pahit, misalnya dengan BLT," katanya dalam keterangannya, Selasa (6/9/2022).

Baca Juga: Harga BBM Naik, KAI Mengkaji Penyesuaian Harga Tiket Kereta Api

Mamit menyebut langkah ini bisa menekan beban subsidi BBM yang nilainya mencapai Rp 502 triliun. Jika harga BBM tidak segera disesuaikan, ada potensi beban subsidi naik menjadi hampir Rp 200 triliun.

Apalagi, BBM Pertalite dan Solar diperkirakan habis pada bulan Oktober.  "Dengan demikian pemerintah bisa melakukan menambah kuota menjaga kuota sampai di akhir tahun," katanya menambahkan.

Menurutnya akan lebih baik jika subsidi BBM dialihkan ke sektor produktif lainnya. Sebab, subsidi BBM saat ini pun 80% tidak tepat sasaran. Mamit juga mendorong adanya bantuan di sektor transportasi umum, UMKM, nelayan, petani, dan lainnya.

"Pasti menekan beban subsidi BBM, saat ini subsidi BBM mencapai Rp 500 triliun. Jika tidak ada penyesuaian harga, maka akan menambah Rp 190 triliun bahkan hampir Rp 200 triliun karena diperkirakan pertalite dan solar habis Oktober. Keuntungan untuk pemerintah ya mengurangi beban fiskal," katanya.

Baca Juga: Mulai Bangkit Pasca Pandemi, Emiten Restoran Kembali Tertekan Efek Harga BBM

Besarnya tekanan harga BBM terhadap keuangan negara salah satunya ini bisa terjadi karena pemenuhan BBM dalam negeri saat ini sebagian besar dipenuhi dari minyak mentah impor.

Maklum saja, produksi minyak nasional terus mengalami penurunan. Bahkan, pada tahun 2021, produksi minyak dan gas (migas) RI hanya mencapai 660 ribu barel per hari. Jauh dari cukup untuk memenuhi konsumsi masyarakat yang mencapai lebih dari 1 juta barel per hari.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×