Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Ruisa Khoiriyah
JAKARTA. Infrastruktur menjadi kunci utama pembangunan Indonesia. Namun, untuk bisa menggeber pembangunan infrastruktur, pemerintah membutuhkan pembiayaan tidak sedikit baik dari sumber pembiayaan dalam negeri maupun luar negeri.
Catatan Bank Indonesia (BI), beberapa tahun belakangan, porsi pembiayaan pembangunan dari mancanegara berupa utang luar negeri (ULN) terus meningkat. Halim Alamsyah, Deputi Gubernur BI, mengungkapkan, selama periode 2004-2005, sumber pembiayaan dalam negeri mampu menanggung biaya 80% pembangunan domestik. Selebihnya, baru berupa utang luar negeri.
Namun, pada tahun 2014, porsi pembiayaan dalam negeri berkurang menjadi 68% sementara porsi ULN meningkat. Apakah ini indikasi pemerintah RI semakin gemar berutang?
Menurut Halim, ada beberapa hal yang menyebabkan pembiayaan berupa utang asing terus meningkat. Pertama, pengaruh kebijakan moneter extraordinary yang dilaksanakan Bank Sentral Amerika The Federal Reserves. Kedua, adanya aliran masuk dari AS dan quantitative easing (QE) yang dilakukan Jepang mengakibatkan suku bunga luar negeri menurun tajam. Alhasil, banyak dana yang masuk ke Indonesia.
Ketiga, Indonesia adalah salah satu dari segelintir negara yang ekonominya bisa tumbuh 5%. "Angka 5% bagi kita rendah, tapi bagi dunia dalam rekor negara berkembang adalah sesuatu yang susah dicapai," ujar Halim ketika berbicara sebagai pembicara kunci Seminar Nasional "Mencari Sumber dan Model Pembiayaan Infrastruktur yang Berkelanjutan untuk Meningkatkan Daya Saing Indonesia", Senin (30/3).
Halim menambahkan, infrastruktur membutuhkan pendanaan yang besar. Maka dari itu, dana yang masuk diharapkan adalah jangka panjang dan bukan jangka pendek.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News