Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Indeks manufaktur atau Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur Indonesia merosot ke level 49,3 atau berada pada level kontraksi pada Juli 2024 atau turun 1,4 poin dari bulan sebelumnya.
Artinya, PMI Manufaktur Indonesia kembali terkontraksi di bawah level 50 setelah terakhir kali pada Agustus 2021 saat masa pandemi. Di mana pada saat itu PMI Manufaktur berada di level 43,7.
Head of Macroeconomic and Financial Market Research, Bank Permata, Faisal Rachman mengatakan, penurunan PMI Manufaktur pada Juli 2024 yang berada di level kontraksi disebabkan penurunan output produksi dan new orders yang salah satunya karena melemahnya permintaan eksternal.
"Dengan kata lain permintaan ekspor Indonesia cenderung melemah," ujar Faisal kepada Kontan.co.id, Kamis (1/8).
Menurutnya, hal tersebut sejalan dengan pelemahan perekonomian Tiongkok yang cenderung melambat dan sektor manufakturnya juga mengalami kontraksi. Pasalnya, Tiongkok sendiri merupakan pasar tujuan ekspor utama Indonesia.
Baca Juga: Menperin: Penurunan PMI Manufaktur Juli 2024 Sudah Diprediksi
Kendati begitu, Faisal menilai indeks manufaktur Indonesia masih akan berpotensi membaik hingga akhir tahun nanti sejalan dengan kebijakan The Fed yang akan memangkas suku bunganya.
"Masih ada kemungkinan (PMI Manufaktur) untuk membaik menuju akhir tahun sejalan dengan terbukanya ruang pemotongan suku bunga kebijakan global, terutama dari The Fed. Hal ini bisa memicu aktivitas ekonomi global kembali," katanya.
Untuk meningkatkan PMI Manufaktur Indonesia, Faisal mengatakan bahwa dengan memperpanjang domestik supply chain melalui hilirisasi dan substitusi bisa menjadi solusi.
Tidak hanya itu, kejelasan terkait fokus, arah dan target kebijakan ekonomi pemerintahan baru juga dapat mengurangi aksi wait and see perusahaan dalam melakukan ekspansi.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman mengakui bahwa kondisi di lapangan memang sedang terjadi pelemehan daya beli, khususnya pada masyarakat kalangan bawah.
Hal ini menyebabkan kondisi di pasar sepi dan konsumen hanya membelanjakan uangnya dengan secukupnya saja. Dirinya pun berharap kondisi tersebut tidak akan berlangsung lama.
"Mudah-mudahan ini sementara saja karena bersamaan masuk sekolah di mana lebih memprioritaskan biaya. Konsumsi berkurang," kata Adhi.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman Indonesia (AKLP) Yustinus Gunawan memperkirakan PMI Manufaktur Indonesia masih akan melanjutkan tren penurunan hingga akhir tahun nanti.
Oleh karena itu, dirinya berharap pemerintah perlu bertindak cepat agak sektor manufaktur bisa bergairah kembali. Yustinus menilai, PMI Manufaktur yang mengalami tren penurunan menandakan bahwa perekonomian Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
"Pemerintah harus secepat kilat menyatakan pelaksanaan realisasi pasokan HGBT harus sesuai dengan kewajiban produsen dan penyalur gas seperti tercantum secara detail dalam Kepmen ESDM Nomor 91 Tahun 2023, penyimpangan akan dikenakan sanksi," imbuh Yustinus.
Baca Juga: Masuk Zona Merah! PMI Manufaktur RI Juli 2024 Anjlok ke Level 49,3
Menurutnya, penurunan indeks manufaktur memang sudah terlihat sejak April 2024. Hal ini dikarenakan permintaan global yang menurun serta konflik geopolitik yang memperlambat arus logistik global.
"Sementara itu, daya saing produk Indonesia gitu-gitu saja bahkan menurun sehingga ekspor juga menurun. Sepertinya tidak ada atau sangat lambannya terobosan dalam memangkas ekonomi biaya tinggi," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News