Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Meski telah mendengar kabar bahwa Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah didepak dari Koalisi Pemerintahan SBY-Boediono, anggota DPR dari Fraksi PKS, Fahri Hamzah memastikan partainya tidak akan berinisiatif menarik menteri-menterinya dari Kabinet.
Menurut Fahri, sikap PKS tersebut sudah sesuai dengan Hukum Ketatanegaraan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang menganut Sistem Presidensial. Dalam sistem presidensial, menteri adalah bukan pejabat tinggi negara biasa. Menteri adalah pembantu presiden.
Dengan demikian, tidak boleh ada seorangpun yang mengintervensi hak prerogatif presiden untuk memutuskan siapa yang duduk sebagai Menteri. "Kalau kami menarik menteri, maka kami melanggar Konstitusi,"kata Fahri kepada KONTAN, di Gedung DPR, Rabu, (12/6).
Politisi yang duduk di Komisi III DPR tersebut, juga membantah, keengganan PKS menarik kader-kadernya dari posisi menteri karena partai dakwah tersebut tidak ingin menjadi oposisi pemerintah.
Dia bilang, dalam Pemilu 2004, PKS punya pengalaman menjadi satu-satunya partai oposisi. "Jadi pertanyaan apakah PKS mau dan siap jadi oposisi tidak relevan ditanyakan kepada kami," kata Fahri.
Sebelumnya, muncul kabar mengejutkan bahwa PKS telah dikeluarkan dari Koalisi. Kabar itu, menurut Fahri disampaikan oleh salah seorang Menteri PKS yang mengaku diinformasikan oleh salah satu sumber di istana.
Bahkan, menurut Fahri, orang istana tersebut membocorkan informasi bahwa Presiden SBY akan menulis surat resmi untuk mengeluarkan PKS dari Koalisi. Surat tersebut sedianya akan disampaikan pada PKS, Sabtu,(8/6). Namun hingga kini surat tersebut tak pernah diterima PKS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News