Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Muhammad Aris Pratama, pilot maskapai penerbangan nasional Lion Air mulai menjalani persidangan di pengadilan Negeri Tangerang, Benten, Kamis (27/2).
Pria yang akrap disapa Aris tersebut didakwa dengan pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman hukuman penjara sekitar tiga sampai lima tahun bui. Pasalnya, pria berusia 26 tahun itu didakwa telah menganiaya warga Bintaro Jaya bernama Niki Budiman.
Kuasa hukum Niki, Erick Pandapotan kepada KONTAN menuturkan, pada sidang perdana ini, agendanya adalah pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan pemeriksaan saksi-saksi.
"Saksi yang dihadirkan di antaranya korban Niki Budiman dan supir mobil Lion Air yang ditumpangi Aris saat kejadian. Karena merupakan sidang pertama, suasana sidang berlangsung normal tanpa ada bantahan-bantahan atau pun sesuatu yang berarti. Aris didakwa melakukan pemukulan terhadap Niki,” katanya.
Kasus ini bermula ketika pada September 2013, Niki berangkat dari kediamannya di kawasan Bintaro Jaya menuju tempat bekerjanya melalui jalan tol JORR.
Saat itu, Niki melihat mobil operasional air crew Lion Air type Daihatsu Grand Max dengan Nopol B 1982 PFI hendak memutar arah pada tempat yang tidak semestinya dan memotong lajur kendaraan bebas hambatan yang mengarah ke jalan tol JORR.
"Waktu itu klien kami memberikan sinyal lampu jauh kepada pengendara mobil tersebut, namun pengendara tetap tidak berhenti dan tetap melajukan kendaraannya, sehingga secara spontanitas harus membanting stir kendaraannya ke arah lajur kiri," papar Erick.
Karena kaget, maka Niki menegur pengendara mobil Lion Air itu tersebut. Namun, tindakan tersebut disambut marah oleh para penumpang kendaraan tersebut. Ada empat penumpang di mobil crew Lion Air tersebut. Namun, tidak terima ditegur, empat penumpang mobil itu langsung melakukan pengeroyokan terhadap Niki.
Tidak terima atas pengeroyokan itu, maka Niki kemudian melaporkan pilot Lion Air tersebut ke Polsek Pondok Aren dengan ancaman Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan.
Namun, Pasal 170 KUHP ternyata tidak terbukti, sementara tersangkanya ditetapkan satu orang atas nama Muhammad Aris Pratama dengan Pasal 351 KUHP.
Setelah mendengarkan dakwan JPU pada sidang perdana ini, Erick mengaku kecewa dengan beberapa poin yang berbeda dengan fakta yang dibacakan JPU. Juga pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kuasa hukum tersangka terhadap korban yang tidak ada relevansinya dengan persidangan.
“Disebutkan bahwa korban menarik kerah tersanga yang memancing keributan. Padalah itu tidak benar,” kata Erick. Sidang akan ini dilanjutkan Kamis (4/3) pekan depan, dengan agenda masih pemeriksaan saksi-saksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News