Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirat menilai melonjaknya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mencapai 79.302 orang pada periode Januari-November 2025 merupakan sinyal bahaya bagi industri dalam negeri.
Menurutnya, fenomena ini menunjukkan sektor padat karya masih menjadi kelompok paling rentan di tengah perlambatan ekonomi.
Mirah menyebutkan, berdasarkan pengaduan yang masuk ke Aspirasi, gelombang PHK paling banyak menghantam sektor industri manufaktur, khususnya tekstil dan produk tekstil (TPT). Tak hanya itu, sektor perdagangan, logistik, teknologi, hingga telekomunikasi juga mulai terseret arus pengurangan tenaga kerja.
Dia bilang, badai PHK ini terjadi bukan semata-mata karena faktor pelemahan ekonomi global, melainkan akibat rapuhnya benteng perlindungan terhadap industri lokal.
Baca Juga: Persiapan Nataru 2025/2026, Tol Gending–Paiton Beroperasi Fungsional 25 KM
"PHK terjadi akibat lemahnya perlindungan terhadap industri dalam negeri, keputusan Pemerintah dalam membuat regulasi terkait bisnis di sektor BUMN, tingginya biaya produksi, serta kurangnya kebijakan yang berpihak pada keberlangsungan industri padat karya," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (22/12).
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah terhadap praktik efisiensi yang dilakukan korporasi. Menurutnya, banyak perusahaan kini cenderung menjadikan PHK sebagai jalan pintas untuk menekan biaya tanpa upaya maksimal untuk mempertahankan pekerja.
Mirah memperingatkan, tren pemangkasan karyawan ini masih berpotensi besar berlanjut, bahkan meningkat hingga tutup tahun 2025 jika pemerintah tidak segera mengambil langkah tepat.
"Jika tidak ada langkah konkret dan terukur dari pemerintah, kami menilai tren PHK berpotensi terus berlanjut hingga akhir tahun. Pemerintah perlu segera melakukan evaluasi kebijakan ketenagakerjaan dan industri," tegasnya.
Aspirasi mendesak agar pemerintah memberikan intervensi nyata, bukan sekadar imbauan normatif atau program jangka pendek. Menurut Mirah, perlindungan pekerja harus menjadi prioritas utama untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah ketidakpastian ekonomi saat ini.
Senada, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menuturkan, jumlah PHK yang mencapai hampir 80.000 orang ini terjadi pada sektor padat karya seperti tekstil, garmen, makanan dan minuman, pusat perbelanjaan dan lain-lain.
"Penyebabnya daya beli masyarakat menurun dan regulasi pemerintah yang merugikan pengusaha," tandasnya.
Baca Juga: Tax Holiday IKN Sepi Peminat, Realisasi Investasi Masih Nol
Untuk diketahui, berdasarkan data Satu Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tercatat jumlah PHK periode Januari hingga November 2025 mencapai 79.302 orang. Jumlah tersebut telah melebihi data PHK sepanjang 2024 yang tembus 77.965 orang.
Adapun tenaga kerja yang ter-PHK pada periode Januari-November 2025 ini paling banyak terdapat di Provinsi Jawa Barat yakni mencapai 21,73% dari total PHK yang dilaporkan.
Selanjutnya: Sambut Nataru, BTN Siapkan Uang Tunai Rp 19,67 Triliun dan Maksimalkan Operasional
Menarik Dibaca: Promo Superindo Hari Ini 22-25 Desember 2025, Es Krim-Aneka Jamur Beli 1 Gratis 1
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













