Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil nasional masih berlanjut. Kabar terbaru datang dari PT Primissima (Persero), salah satu perusahaan BUMN tekstil terkemuka di Indonesia, terpaksa melakukan PHK massal terhadap 402 karyawannya.
Jumlah pekerja yang kehilangan pekerjaan bakal bertambah. Ikhwalnya, PT Sri Rejeki Isman Tbk, yang dikenal sebagai Sritex, salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang.
Putusan pailit ini tercantum dalam perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg. Pailitnya Sritex disebabkan oleh beban utang perusahaan yang melebihi nilai aset yang dimiliki.
Baca Juga: Sritex Pailit, Berpotensi Memicu PHK Massal di Indonesia
Sebelumnya, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang memutuskan pailit PT Pandanarum Kenangan Textil (Panamtex). Panamtex adalah perusahaan tekstile di Pekalongan yang berdiri sejak tahun 1994 dengan produksi utama Sarung Tenun BINSALEH, Sarung GOYOR dan Surban.
Namun hingga kini, pabrik Panamtex masih beroperasi meskipun terbatas. Sementara itu, nasib 510 pekerja Panamtex terancam karena status pailit perusahaan. Perusahaan sudah mengajukan kasasi untuk tetap beroperasi.
"Kalau perusahaan dinyatakan pailit, sudah dipastikan bakal ada PHK," kata Pengamat Ketenagakerjaan Tajudin Nur Efendy kepada KONTAN, Kamis (24/10/2024).
Menurut dia, PHK di industri tekstil dan produk testil (TPT) memang masih berlanjut dan tak bisa dihindarkan lagi. Selama ini, mereka bertahan untuk tetap beroperasi di tengah kondisi ekonomi yang masih berat.
Baca Juga: Prabowo Bakal Tambah Anggaran Belanja pada 2025, Apakah Mampu Dorong Ekonomi?
Seperti Sritex, Tajudin bilang perusahaan tekstil ini memang mengalami kondisi penurunan produksi akibat permintaan pasar terutama ekspor yang anjlok. Perusahaan ini semakin terpuruk ketika pasar dalam negeri juga menurun akibat pelemahan daya beli.
"Dalam beberapa tahun ini industri tekstil memang sedang tidak baik-baik saja. Permintaan ekspor dari Amerika Serikat, Eropa dan Timur Tengah turun drastis akibat situasi perang. Di dalam negeri, penurunan daya beli kelas menengah juga berpengaruh besar terhadap permintaan produk tekstil," paparnya.
Menurut Tajudin, PHK masal di awal pemerintahan Prabowo menjadi tantangan berat bagi Kabinet Merah Putih untuk menyiapkan lapangan kerja. "PHK ini jadi tantangan paling berat bagi pemerintahan Prabowo," tandasnya.
Adapun salah satu janji yang kerap digaungkan Prabowo-Gibran adalah penciptaan 19 juta lapangan pekerjaan baru. Untuk merealisasikannya, keduanya telah merumuskan strategi yang tercantum dalam dokumen yang berisikan visi Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045.
Baca Juga: Korban PHK Melonjak, Sinyal Lampu Kuning Manufaktur Indonesia
Namun, upaya pemerintahan baru mewujudkan 19 juta lapangan kerja baru menemui sejumlah tantangan.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat, pada Januari hingga 26 September 2024 ada 52.993 pekerja yang kena PHK. Angka itu naik lebih dari 10.000 pekerja dari periode yang sama tahun lalu, yang sebesar 42.277 pekerja.
Berdasarkan sektornya, pekerja di sektor manufaktur atau pengolahan jadi yang paling terdampak PHK. Ada 24.014 kasus PHK di sektor pengolahan, lalu sektor jasa 12.853 kasus, dan sektor pertanian-kehutanan-perikanan sebanyak 3.997 kasus PHK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News