Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Center of Economic and Law Studies (Celios) menyoroti 10 lubang fiskal selama dua periode kepemimpinan Joko Widodo. Hal itu menjadi tantangan pemulihan ekonomi pada pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka.
Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar mengungkapkan adanya sejumlah masalah mendasar di era kepemimpinan Jokowi mulai dari stagnasi pertumbuhan ekonomi di angka 5,1%, dan pelebaran defisit anggaran sebesar 171,82%, dari Rp226,69 triliun menjadi Rp616,19 triliun. Selain itu rasio utang terhadap PDB juga mengalami kenaikan signifikan dari 24,7% pada 2014 menjadi 39,13% pada 2023. Sementara rasio pajak terhadap PDB menurun drastis dari 13,7% pada 2014 menjadi 10,1% pada 2024.
"Kebijakan fiskal selama satu dekade terakhir tidak menunjukkan perbaikan yang substansial dalam memperkuat basis ekonomi nasional," jelas Media dalam diskusi publik, Kamis (12/9).
Media juga menyebutkan temuan yang tidak kalah penting selama sepuluh tahun terakhir adalah pembiayaan utang selalu di atas 75% dari total pembiayaan anggaran. Sedangkan pembiayaan investasi tidak pernah lebih dari 17,5%. Ini menunjukkan negara terlalu bergantung pada utang dan minim investasi produktif yang dapat meningkatkan risiko fiskal dalam jangka panjang.
Baca Juga: Ekonom Kritik Usulan Revisi Anggaran Pendidikan 20% APBN
Selain itu, alokasi anggaran untuk pertahanan dan keamanan cenderung meningkat, bahkan melebihi anggaran kesehatan pada puncak pandemi COVID-19 di 2020. Hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai prioritas anggaran yang belum optimal untuk pembangunan yang lebih berkelanjutan.
"Pemahaman mendalam terhadap kondisi ekonomi makro saat ini menjadi dasar penting dalam membangun kerangka fiskal yang lebih responsive," ujarnya.
Di sisi lain, Celios juga menyoroti Penyertaan Modal Negara (PMN) yang meningkat signifikan pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pelaksana Infrastruktur. Meski peningkatan ini diharapkan mendongkrak aset BUMN, kenyataannya beberapa BUMN justru mengalami pertumbuhan aset yang minim. Empat dari delapan BUMN Pelaksana Infrastruktur mengalami peningkatan aset di bawah 15%.
Pada kesempatan yang sama, peneliti kebijakan publik dan ekonomi Celios Achmad Hanif Imaduddin, menyebutkan proyek ambisius, seperti pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) “Nusantara” dan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, dinilai membebani anggaran negara dan berpotensi menambah risiko fiskal di tengah keterbatasan ruang fiskal untuk program-program prioritas lainnya. Hanif melihat, kebutuhan mendesak untuk melakukan reformasi menyeluruh guna memastikan keberlanjutan fiskal pada masa depan.
"Perubahan mendasar dalam alokasi anggaran dan pengelolaan prioritas anggaran sangat penting agar Indonesia dapat keluar dari himpitan fiskal dengan lebih baik," ungkapnya.
Baca Juga: Orang-Orang Dekat Prabowo Subianto Mendapat Jabatan Penting, Jelang Pemerintahan Baru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News