kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45932,69   4,34   0.47%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Petani sawit uji materi aturan dana perkebunan


Senin, 28 November 2016 / 19:10 WIB
Petani sawit uji materi aturan dana perkebunan


Reporter: Agus Triyono | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Petani sawit yang tergabung dalam Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia / APPKSI menggugat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan ke Mahkamah Agung (MA). Salah satu pasal PP yang digugat adalah Pasal 9 ayat 2 huruf b.

Pasal tersebut, mengatur ketentuan bahwa dana sawit yang dihimpun dari petani dan pengusaha sawit digunakan termasuk untuk memenuhi hasil perkebunan untuk kebutuhan pangan, bahan bakar nabati, dan hilirisasi industri perkebunan.

AM Muhammadiyah, Ketua APPKSI mengatakan, ketentuan yang terdapat dalam pasal tersebut bertentangan dengan UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Pertentangan tersebut, terjadi dengan Pasal 93 ayat 4 UU Perkebunan.

Dalam pasal tersebut, penghimpunan dana sawit dari pelaku usaha perkebunan digunakan untuk pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, promosi perkebunan, peremajaan tanaman perkebunan dan sarana dan prasarana perkebunan.

"Pasal 93 jelas mengatur pembatasan penggunaan dana, PP itu ngawur, melampaui ketentuan Pasal 93," katanya kepada KONTAN Senin (28/11).

Selain pertentangan pasal tersebut, Muhammadiyah mengatakan, gugatan uji materi diajukan juga terkait dampak negatif yang ditimbulkan. Petani merasa dirugikan dengan kewajiban membayar dana himpun sawit.

Kemampuan petani sawit untuk mendapatkan kesejahteraan hidup makin menurun akibat menurunnya harga tandan buah segar petani. Di sisi lain, petani juga dikenakan bunga 12,5% jika mereka ingin memanfaatkan dana himpun sawit untuk melaksanakan replanting.

"Padahal, dana perkebunan yang dikelola BPDP Kelapa Sawit itu disumbangkan dari tandan buah segar petani yang diolah menjadi CPO kemudian di ekspor," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×