kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pesangon diturunkan karena hanya 27% pengusaha yang patuh, KSPI: Logika terbalik


Senin, 24 Februari 2020 / 10:25 WIB
Pesangon diturunkan karena hanya 27% pengusaha yang patuh, KSPI: Logika terbalik
ILUSTRASI. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal (kanan) bersiap menjalani pemeriksaan di Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (9/10). Penyidik Direktorat Kriminal Umum melakukan pemeriksaan terhadap Said Iqbal sebaga


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengkritisi pernyataan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah yang mengatakan hanya 27% perusahaan yang mematuhi ketentuan pesangon yang ada di dalam UU No. 13 Tahun 2003.

Atas dasar itulah, di dalam RUU Cipta Kerja (Omnibus Law), nilai pesangon akhirnya diturunkan. Tujuannya adalah agar semakin banyak perusahaan yang membayar pesangon.

“Hal ini adalah logika terbalik dan tidak masuk akal dari pemerintah. Bagaimana mungkin yang salah justru harus kita turuti kemauannya?," kata Said, Senin (24/2).

Baca Juga: Perlu perbaikan, anggota Ombudsman sarankan pemerintah tarik draf RUU Cipta Kerja

Said mengatakan, Pemerintah seharusnya menegakkan aturan (law enforcement). Bukan justru membela para pengusaha yang tidak taat aturan dengan menurunkan nilai pesangon.

Penegakan aturan itu bisa didahului dengan pembinaan, sosialisasi, dan penyuluhan bahwa pesangon harus dibayar. Jika masih tidak mau taat pada aturan, maka perusahaan mesti diberikan sanksi. “Jadi solusinya bukan menurunkan nilai pesangon,” lanjut dia.

Said kemudian menganalogikan semisal nilai pesangon diturunkan seperti ide dari Menteri Ketenagakerjaan. Jika pesangon diturunkan dan ketaatan pengusaha membayar pesangon semakin menurun.

“Katakanlah kita ikuti alur pikiran Menaker dengan menurunkan nilai pesangon. Bagaimana kalau nanti setelah nilai pesangon diturunkan, masih banyak perusahaan yang melanggar dan tidak bersedia membayar pesangon lagi?. Apakah kemudian pesangon akan dihilangkan, sehingga nilainya menjadi nol,” ujar dia.

Said mengatakan, di Omnibus law, selain uang penggantian hak tidak diberikan dan uang penghargaan masa kerja diturunkan, tidak ada lagi pengali dua untuk pesangon dengan PHK jenis tertentu.

Seperti pekerja yang sakit, perusahaan melakukan efisiensi, pensiun yang tidak diikutikan dalam program jaminan pensiun, dan sebagainya.

Bahkan di dalam RUU omnibus law, membolehkan penggunaan karyawan kontrak dan outsourcing di semua jenis pekerjaan.

"Pekerja bisa dikontrak seumur hidup. Hal ini secara otomatis akan menghilangkan pesangon," lanjut dia.

Baca Juga: Inilah Aturan tentang Kepariwisataan yang Akan Diubah Oleh Omnibus Law

Said menilai meskipun di dalam RUU Cipta Kerja ada uang pemanis atau sweetener dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), tetapi hal ini pun tidak jelas wujudnya akan seperti apa.

"Sangat tidak mungkin ada satu program yang diberikan kepada buruh, tetapi sumber dananya tidak ada. Dari mana dana untuk membayar uang pemanis. Di dalam pelaksanaan jaminan sosial di seluruh dunia, selalu sumber pendanaan berasal dari dua kategori," ungkapnya.

KSPI mempertanyakan jika JKP dan sweetener berasal dari pemerintah, apakah pemerintah benar-benar menaikkan pajak di APBN nya. Kedua apakah hal itu berasal dari iuran peserta BPJS Jamsostek.

Baca Juga: RUU Omnibus Law, libur cuma satu hari dalam seminggu?

Menurut Said , jika BPJS Jamsostek dipaksa untuk membayar JKP dan sweetener, tentu akan bangkrut. Kemudian, jika buruh diminta membayar iuran lagi, tentu buruh akan menolak.

“Sementara pemerintah mengatakan ke publik, bahwa JKP tidak menambahkan iuran. Karena itu, pasal ini menjebak karena masih tidak jelas,” pungkas Said.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×