Reporter: Bidara Pink | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja penjualan eceran diperkirakan tumbuh positif pada bulan Mei 2022. Pertumbuhan positif ini baik dibandingkan dengan bulan sebelumnya, maupun periode sama tahun sebelumnya.
Berdasarkan survei penjualan eceran Bank Indonesia (BI), peningkatan penjualan eceran ini terindikasi dari Indeks Penjualan Riil (IPR) Mei 2022 sebesar 239,7, atau secara bulanan naik 0,2% mom dan secara tahunan naik 5,4% yoy.
Meski begitu, peningkatan penjualan eceran pada Mei 2022 ini tak setinggi peningkatan pada bulan April 2022 yang pada waktu itu tercatat 16,5% mom dan secara tahunan naik 8,5% yoy.
Peneliti senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy melihat, penurunan pertumbuhan penjualan eceran pada Mei 2022 ini tak lepas dari adanya normalisasi kinerja penjualan ritel, setelah pada April 2022 ada peningkatan karena momentum Ramadan.
Baca Juga: BI Yakini Penjualan Eceran Kuartal II-2022 Tumbuh 7,0% YoY
“Ini hal yang wajar, karena kalau melihat aktivitas penjualna ritel memang tinggi di April 2022 karena Ramadan dan banyak yang berbelanja sebelum Idul Fitri terjadi. Sehingga, pada bulan selanjutnya kemudian pertumbuhannya menurun. Tapi ini pola musiman,” tutur Yusuf kepada Kontan.co.id, Jumat (10/6).
Yusuf juga memandang, ke depan prospek penjualan eceran bisa tumbuh tak lebih tinggi dari penjualan pada momen Ramadan. Karena, memang tidak ada momentum yang mendorong penjualan eceran. Namun, pada bulan Desember 2022, diperkirakan penjualan eceran akan meningkat signifikan.
Hal ini seiring dengan adanya Hari Besar Keagamaan Nasional Natal dan menyambut Tahun Baru, yang biasanya memang menyundut penjualan eceran. Namun, ia memberi catatan, ini bisa terjadi kalau kasus harian Covid-19 tidak meningkat lagi sehingga bisa mendorong konsumsi masyarakat.
Selain masih berkaitan dengan pandemi Covid-19, Yusuf memperkirakan risiko terkait pertumbuhan penjualan ritel datang dari risiko kenaikan inflasi akibat faktor global maupun faktor dalam negeri.
Inflasi dari faktor global disebabkan oleh kenaikan harga komditas, seperti harga minyak yang juga berpotensi mendorong juga kenaikan harga komoditas pangan strategis. Di saat yang sama, beberapa negara juga menerapkan pengetatan ekspor sampai dengan waktu yang belum bisa ditentukan.
Baca Juga: Pemerintah Tidak Menaikkan Harga Pertalite, Begini Alasan dan Skenarionya
Sedangkan inflasi dalam negeri, datang dari terhambatnya alur distribusi dan faktor iklim. Di saat yang sama, pemerintah juuga berwacana meningkatkan tarif listrik lebih dari 3.000 VA.
“Konfigurasi ini yang kemudian akan mendorong tertekannya daya beli terutama untuk kelompok menengah ke bawah dan pada muaranya akan ikut menekan penjualan ritel di sisa tahun ini,” tandas Yusuf.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News