Reporter: Noverius Laoli | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. PT Pertamina (Persero) akhirnya memutuskan menurunkan harga gas elpiji 12 kilogram dari sebelumnya naik Rp 3.500 per kg menjadi naik Rp 1.000 per kg. Keputusan tersebut dilakukan setelah melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPM) atas instruksi Presiden.
Nah dengan penurunan harga tersebut, Pertamina tentu saja harus menanggung kerugian yang lebih besar. Dari hitung-hitungan Pertamina dengan kenaikan harga Rp 3.500 per kg saja, perusahaan pelat merah tersebut masih menanggung kerugian sekitar Rp 3 triliun. Sementara kalau tidak menaikkan harga gas sama sekali kerugian bisa mencapai Rp 6 triliun per tahun.
Untuk mengatasi kerugian tersebut, Staf Khusus Presiden Bidang Perekonomian dan Pembangunan Firmanzah mengatakan kerugian Pertamina memang tidak bisa dihindari dengan penurunan kenaikan harga gas elpiji 12 kg ini. Namun Pertamina bersama dengan pemerintah tetap akan mencari jalan keluarnya.
"Tentu nanti ada beberapa opsi yang dari sisi pemerintah siap untuk melakukan komunikasi dengan pihak Pertamina, termasuk menggunakan segala kemungkinan seperti pengurangan deviden," tutur Firmanzah di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (6/1).
Kendati begitu, Firmanzah mengatakan untuk bisa mengurangi dividen, Pertamina harus melalui mekanisme yang berlaku sesuai dengan Undang-Undang. Pemerintah juga berada dalam posisi menunggu usulan dari Pertamina untuk mengatasi kerugian akibat penurunan harga gas tersebut.
"Nanti kita menunggu dari Pertamina. Tentu Pertamina bisa usulkan ke kementerian BUMN. Kementerian BUMN bisa mengusulkan ke Menteri Koordinator Perekonomian dan dibahas di tingkat kementerian," imbuh Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia ini.
Nantinya masalah teknis tentang cara mengatasi kerugian Pertamina ini akan dibahas di tingkat Menteri Koordinator Perekonomian. Dengan kenaikan harga gas hanya Rp 1.000 per kg, dari sebelumnya Rp 3.500 maka Pertamina pasti menanggung kerugian di atas Rp 3 triliun per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News