kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perpres defisit BPJS Kesehatan dikebut


Kamis, 26 Oktober 2017 / 06:10 WIB
Perpres defisit BPJS Kesehatan dikebut


Reporter: Anggar Septiadi, Ramadhani Prihatini | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah masih menggodok payung hukum yang mengatur mekanisme untuk menambal defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang makin lebar. Payung hukum ini menjadi strategi pemerintah membantu keuangan badan ini lantaran pemerintah tak lagi memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN).

Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) Arief M Edie mengatakan, Kemdagri bersama Kementerian Kesehatan, Kementerian Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Keuangan, dan BPJS Kesehatan saat ini masih menyusun draf Perpres tersebut.

Dengan Perpres ini, pemerintah berharap bisa mencari alternatif bantuan defisit BPJS Kesehatan secepatnya. "Kami berusaha sebelum akhir tahun bisa selesai. Sehingga bisa eksekusi pada awal tahun 2018," kata Arief kepada KONTAN, Rabu (25/10).

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo bilang, payung hukum ini akan mengatur beberapa poin aturan. Diantaranya, aturan pengumpulan pendanaan untuk menambal defisit BPJS Kesehatan.

Opsi sumber pendanaan ini, kata Tjahjo ada beberapa pilihan, seperti dari pajak atau sumbangan sebesar 10% dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) masing-masing daerah. "Nanti akan dibahas dalam forum. Ini menjadi salah satu masukan dari semua pihak, baik dari kementerian dan lembaga, daerah untuk bisa melihat opsi pendanaan BPJS Kesehatan," jelas Tjahjo.

Irfan Humaidi, Staf Ahli Bidang Komunikasi Publik dan Partisipasi Masyarakat BPJS Kesehatan bilang, opsi lain yang akan diambil pemerintah untuk menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan adalah dengan memanfaatkan alokasi cukai rokok dan pajak rokok untuk kesehatan (PRUK). "Jika wacana tersebut terealisasi mungkin bisa mulai tahun 2018," ungkap Irfan.

Catatan saja, sejak pertama kali program ini diluncurkan tahun 2014, keuangan BPJS Kesehatan selalu defisit. Tahun 2014, defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 3,3 triliun, naik menjadi Rp 5,7 triliun di 2015, dan kembali melonjak menjadi Rp 9,7 triliun pada 2016. Bahkan, tahun ini defisit BPJS Kesehatan diperkirakan bakal mencapai Rp 10 triliun.

Pemicu utama defisit adalah mismatch antara iuran BPJS dan pembiayaan klaim. Pada semester I2017 iuran peserta hanya Rp 35,96 triliun sementara klaim mencapai Rp 41,18 triliun. Artinya rasio klaim mencapai 114%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×