Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Rencana pemerintah untuk menganggarkan alokasi anggaran sebesar Rp 400 triliun guna memperkuat permodalan 800.000 Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih dinilai memungkinkan dari sisi regulasi, namun berpotensi menimbulkan tekanan terhadap ruang fiskal nasional.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan bahwa secara teknis, alokasi dana tersebut dapat disalurkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), khususnya melalui Transfer ke Daerah (TKD).
Hal ini sudah memiliki dasar hukum yang kuat berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025, yang membolehkan pendanaan Kopdes berasal dari APBN, APBD, APBDes, maupun sumber sah lainnya.
“Secara regulasi, ruang fiskal telah disiapkan sebagai payung hukum untuk mendukung peningkatan anggaran tersebut,” kata Josua kepada Kontan, Senin (9/6).
Namun, Josua menekankan bahwa dari sisi fiskal, penambahan anggaran sebesar itu tentu harus dipertimbangkan secara hati-hati. Menurutnya, beban anggaran yang besar berpotensi membatasi fleksibilitas APBN, terutama jika ekonomi nasional menghadapi ketidakpastian global atau tekanan fiskal lain di masa depan.
Baca Juga: Kibarkan Merah Putih di Koperasi Desa dan Kelurahan
“Pemerintah perlu melakukan kajian fiskal yang mendalam terkait kemampuan keuangan negara agar penambahan anggaran ini tidak menimbulkan tekanan berlebih pada defisit anggaran atau pembiayaan utang pemerintah,” ujar Josua.
Dampak Positif dan Risiko Penggunaan TKD untuk Kopdes Merah Putih
Josua menilai, pemanfaatan TKD untuk pembiayaan Kopdes Merah Putih berpotensi membawa dampak positif yang signifikan bagi perekonomian desa. Alokasi dana langsung ke desa akan mempercepat pendirian koperasi, meningkatkan ekonomi lokal, menekan inflasi di tingkat desa, serta mendorong inklusi keuangan melalui unit usaha seperti apotek desa, toko sembako, dan layanan logistik.
Dampak positif lainnya yaitu mampu memperpendek rantai pasok, meningkatkan daya tawar petani melalui koperasi yang berperan sebagai offtaker, serta menjaga stabilitas harga pangan, sebagaimana menjadi tujuan utama pendirian Kopdes Merah Putih
“Pemanfaatan dana melalui TKD memungkinkan pengawasan yang lebih dekat oleh pemerintah daerah dan memperkuat tata kelola koperasi. Ini penting untuk mempercepat dampak ekonomi di tingkat desa, memperpendek rantai pasok, dan meningkatkan daya tawar petani,” jelasnya.
Namun demikian, Josua juga mengingatkan sejumlah tantangan dan risiko yang perlu diwaspadai. Salah satunya adalah potensi berkurangnya ruang fiskal daerah untuk program strategis lainnya, seperti pembangunan infrastruktur atau pelayanan publik yang sudah direncanakan.
Selain itu, terdapat risiko terkait kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) di desa dalam mengelola dana besar secara efektif dan akuntabel. Jika tidak diawasi dengan ketat, risiko seperti inefisiensi, penyalahgunaan anggaran, atau bahkan korupsi bisa terjadi.
Josua juga menambahkan, apabila program ini gagal diimplementasikan dengan baik, kegagalan tersebut tidak hanya akan menghambat kesejahteraan masyarakat desa tetapi juga dapat merusak kredibilitas pemerintah dalam pengelolaan dana publik.
Bahkan, kata Josua, ada potensi terciptanya ketergantungan fiskal jangka panjang dari desa terhadap pemerintah pusat yang justru bertolak belakang dengan tujuan program untuk membangun kemandirian ekonomi desa.
“Kunci keberhasilan program ini adalah pengawasan yang ketat, pendampingan yang memadai, serta peningkatan kapasitas SDM di desa agar dana tersebut benar-benar memberikan manfaat optimal bagi masyarakat,” pungkas Josua.
Baca Juga: Wamenkop: 78.000 Koperasi Desa Merah Putih Telah Terbentuk
Selanjutnya: Ekspor Taiwan Melesat ke Rekor Tertinggi pada Mei Karena Permintaan Cip AI
Menarik Dibaca: 4 Rekomendasi Bra untuk Payudara Besar, Nyaman dan Anti Kendur
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News