kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.806   -11,00   -0,07%
  • IDX 7.495   15,66   0,21%
  • KOMPAS100 1.160   5,20   0,45%
  • LQ45 920   6,64   0,73%
  • ISSI 226   -0,42   -0,18%
  • IDX30 475   4,07   0,87%
  • IDXHIDIV20 573   5,09   0,90%
  • IDX80 133   0,84   0,63%
  • IDXV30 140   1,19   0,85%
  • IDXQ30 158   1,00   0,64%

Perlambatan ekonomi China akan berdampak signifikan pada ekonomi Asia


Kamis, 07 Februari 2019 / 18:59 WIB
Perlambatan ekonomi China akan berdampak signifikan pada ekonomi Asia


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perlambatan ekonomi China tahun ini diproyeksikan bakal berdampak signifikan pada pertumbuhan permintaan komoditas ekspor. Pangsa pasar China yang cukup besar, menyumbang  sekitar 30%-40% dari total pertumbuhan ekonomi global akan turut memengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia.

Ekonom DBS Masyita Crystallin mengatakan, perlambatan ekonomi China akan berpengaruh terhadap perdagangan global, terutama terhadap perdagangan komoditas dan barang-barang konsumen. “Hal ini sangat jelas, ketika China masuk angin maka seluruh perdagangan dunia akan terpengaruh,” kata Masyita, dalam laporan DBS yang terbit pada Senin (4/2). 

Perlambatan ekonomi China juga berpengaruh terhadap negara-negara Asia, seperti Indonesia, India, Thailand dan Filipina. Menurutnya, pertumbuhan PDB Indonesia diperkirakan stabil di kisaran 5,1% secara year on year (yoy) pada kuartal IV 2018 karena didukung peningkatan konsumsi dan investasi publik. 

“Konsumsi pemerintah tetap kuat untuk anggaran belanja pegawai, bahan dan modal yang meningkat 7,4 yoy pada November 2018, serta subsidi lebih dari 50% yoy,” tambahnya.

Selain itu, pengeluaran lembaga nirlaba kemungkinan akan tetap karena terpengaruh pemilihan umum (pemilu) tahun ini. Pihaknya percaya total konsumsi akan tumbuh sebesar 5,2% di kuartal IV 2018, atau mirip dengan realisasi kuartal sebelumnya.

Faktor lainnya adalah investasi kemungkinan tetap kuat karena didukung proyek-proyek pemerintah dan BUMN. Meski demikian, hambatan juga bisa datang dari sisi  perdagangan impor dan ekspor.

Terlihat, impor melambat 12% yoy di kuartal IV 2018, dan melambat 23,7% yoy di kuartal III 2018 karena kondisi harga minyak telah turun secara signifikan. Sementara ekspor turun 1% yoy di kuartal IV 2018, sedangkan kuartal sebelumnya naik 8,6%.

Sementara India, akan memutuskan kenaikan suku bunga dengan menimbangkan slippage tahun fiskal 2019 dan  2020 yang diperkirakan akan mengalami defisit pada anggaran sementara sehingga perlu dilakukan pelonggaran inflasi. Dengan inflasi yang cenderung jinak pada 2,0%-3,0% di tahun fiskal 2019, maka kebijakan dari pengetatan yang dikalibrasi menjadi netral.

“Dalam tahun anggaran 2020, akan terjadi risiko penundaan terhadap prospek inflasi inti yang akan membatasi ruang lingkup siklus pelonggaran tarif,” tambahnya.

Ia melihat, Bank Sentral India yang akan mengukur penilaian mereka terhadap risiko pengaruh faktor domestik dan eksternal, maka harus bersikap hati-hati akan kemungkinan inflasi kembali ke posisi 4% pada akhir tahun.

Sementara Bank Of Thailand (BOT), selama tiga bulan berturut-turut mengalami tekanan diinflasi, karena mata uang menguat, harga minyak rendah dan tidak ada peningkatan trasnportasi. Inflasi Januari merosot ke 0,3% YoY atau lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 0,4%.

Menurutnya, BOT menargetkan tingkat inflasi naik 1% tahun ini dari 1,1% pada 2018. Secara year to date (YTD), mata uang baht masih kuat, kemudian ditopang inflasi yang melambat sehingga memperkuat harapan bahwa tingkat suku bunga bisa tetap bertahan di tahun ini.

Sementara di Filipina, tingkat inflasi diperkirakan akan turun lebih jauh ke 4,7% yoy dari bulan sebelumnya 5,6% yoy di bulan karena harga minyak telah jatuh lebih jauh. Selain itu, pemerintah telah menerapkan kebijakan kenaikan harga bahan bakar seperti yang direncanakan karena harga minyak tetap di bawah US$ 80 (berdasarkan Mean of Platts Singapore).

“Harga beras stabil, tumbuh 3,7% yoy dari 4,6% yoy yang menggunakan beras biasa di Metro Manila. Secara keseluruhan tahun ini, tekanan harga bahan bakar kemungkinan akam tetap dan lebih banyak risiko mungkin berasal dari kenaikan harga beras karena faktor cuaca," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×