Reporter: Adinda Ade Mustami, Hasyim Ashari, Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang, Shuliya Indriya Ratanavara | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Hingga akhir pekan lalu, penerimaan negara dari uang tebusan pengampunan pajak (tax amnesty) sudah mencapai Rp 6 miliar. Angka ini memang baru seuprit dari target pemerintah yang mencapai Rp 165 triliun.
Namun, angka ini terbilang lumayan, mengingat garis start pemerintah atas program ini baru 18 Juli 2016, seiring terbitnya aturan teknis program pengampunan pajak. Yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 118/ 2016, PMK 119/2016 hingga Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2016.
Ini artinya, waktu bagi peserta program pengampunan pajak singkat di pekan lalu, hanya dua sampai tiga hari mempelajari sekaligus ikut program ini. Dengan begitu, penerimaan Rp 6 miliar dari program ini terbilang lumayan. Animo pemilik dana program ini terbilang tinggi.
Kendati begitu, jika merujuk keterangan pemerintah atas tarif yang yang dikenakan untuk permohonan yang masuk adalah 2% maka wajib pajak yang ikut program ini adalah mereka yang berstatus usaha mikro, kecil dan menengah, yang punya nilai omzet hingga Rp 4,8 miliar per tahun, dan mendeklarasikan nilai harta lebih dari Rp 10 miliar.
Lalu, bagaimana dengan pemilik duit-duit besar yang akan repatriasi? Barangkali, mereka masih menimbang untung ruginya ikut program ini. Apalagi, banyak dokumen yang harus dilengkapi untuk peminat amnesti.
Aturan pajak No Per-07/PJ/2016 tentang Dokumen dan Pedoman Teknis Pengisian Dokumen dalam Rangka Pelaksanaan Pengampunan Pajak, ada 19 lampiran dan dokumen yang harus dilengkapi untuk ikut tax amnesty.
Banyaknya dokumen yang harus disiapkan disinyalir bisa menjadi periode pertama Juli-September 2016 tax amnesty tak akan efektif untuk menggaruk penerimaan dari pemilik dana besar. Hitungan CEO Mayapada Grup Dato' Sri Tahir, palingan hanya dana-dana eksportir yang bakal masuk.
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat berharap, waktu yang terpotong untuk libur lebaran dan menunggu penerbitan aturan teknis dan sosialisasi, bisa digantikan dengan perpanjangan periode pertama tax amnesty selama 30 hari. "Perlu waktu tambahan untuk mendapatkan hasil maksimal dan azas fairness. Karena waktu tiga bulan tidak murni lagi," ujar Ade, kemarin (24/7).
Namun kata Darussalam, pengamat pajak di Danny Darussalam Tax Center menilai waktu pemberlakukan tarif terendah tax amnesty cukup. Baik WP maupun stakeholder lain tidak sulit mempelajari aturan teknis tax amnesty. "Nanti akan menumpuk di akhir periode tiga bulan pertama," kata dia yakin.
Pengamat pajak dari Governance Control Advisory RSM Indonesia Angela Indirawati Simatupang menilai, wajib pajak telah bersiap diri ikut tax amnesty sejak RUU Pengampunan Pajak dibahas. "Mereka bahkan tak terlalu lihat tarifnya, tapi lebih peduli menilai harta dan asset noncash offshore," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News