Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah tuntutan mengemuka dalam peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) tanggal 1 Mei 2024. Tuntutan tidak hanya ditujukan kepada pemerintahan saat ini, tetapi juga pemerintahan hasil Pemilu 2024.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirat menyampaikan, serikat pekerja/buruh konsisten menolak Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023 berikut semua peraturan turunannya.
Menurutnya, dampak buruk Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja, khususnya kluster Ketenagakerjaan, sudah mulai dirasakan oleh rakyat Indonesia. Yakni Undang Undang Cipta Kerja telah membuat pekerja Indonesia semakin miskin, karena telah menghilangkan jaminan kepastian kerja, jaminan kepastian upah dan juga jaminan sosial.
Baca Juga: May Day 2024, Andi Gani Ditunjuk Sebagai Staf Khusus Kapolri Bidang Ketenagakerjaan
"Aspek Indonesia menuntut Pemerintah melakukan revisi atas PP No. 51 Tahun 2023, dengan mengembalikan mekanisme penghitungan kenaikan upah minimum provinsi dan kabupaten kota, dengan memperhitungkan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dan juga hasil survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang harus dilakukan oleh Dewan Pengupahan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia," ujar Mirah saat dikonfirmasi, Rabu (1/5).
Selain meminta dicabutnya Omnibus Law UU Cipta Kerja, Mirah juga menyampaikan tuntutan lain seperti perlindungan hak berserikat di perusahaan. Karena masih banyak perusahaan yang anti terhadap keberadaan serikat pekerja/serikat buruh.
Seiring dengan itu serikat buruh meminta dilakukan pembenahan menyeluruh desk pidana perburuhan yang ada di kepolisian.
Selanjutnya serikat pekerja/serikat buruh meminta agar di tahun 2024 ini Pemerintah dan DPR mengesahkan Rancangan Undang Undang Pekerja Rumah Tangga yang sudah lama mangkrak di DPR RI untuk menjadi UU.
Serikat pekerja/serikat buruh juga meminta presiden Indonesia terpilih untuk secara sungguh-sungguh memberantas pungli dan korupsi karena menyebabkan terjadinya biaya tinggi di dunia usaha. Hal itu tentunya berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.
Aspek Indonesia juga memberikan pesan kepada presiden Indonesia terpilih untuk menjalankan amanah konstitusi UUD 1945. Salah satunya mewujudkan amanah Pasal 27 ayat 2 yang menyatakan, “Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan."
"Karena yang terjadi hari ini adalah Pemerintah lebih memprioritaskan kesejahteraan bagi kelompok pemodal melalui Undang Undang Cipta Kerja," ujar Mirah.
Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menyoroti pekerja informal acap kali tidak didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Ia juga menyoroti jumlah perlindungan ketenagakerjaan yang belum mencakup seluruh pekerja. Misalnya, pekerja formal swasta yang terlindungi di Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) masih sebanyak 23 juta orang.
Baca Juga: Di Hari Buruh, Jokowi: Setiap Pekerja Adalah Pahlawan Sehari-hari
Lalu pada program JHT sebanyak 17 juta orang, yang terlindungi Jaminan Pensiun sekitar 14 juta, serta Jaminan Kehilangan Pekerjaan sebanyak 13 juta.
“Ini tidak hanya mengetuk kepedulian pemberi kerja saja, tapi pemerintah tingkat daerah maupun pusat harus mampu menekankan mematuhi aturan agar pekerja dilindungi,” ujar Edy.
Selain itu, jumlah pengawas ketenagakerjaan yang tidak seimbang dengan jumlah yang diawasi membuat aturan hanya dijalankan secara setengah-setengah.
Sesuai data Kemnaker, jumlah pengawas ketenagakerjaan sekarang berkisar 1.500 orang. Sedangkan jumlah perusahaan yang wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan (WLKP) daring pada tahun 2023 mencapai 1,8 juta perusahaan.
“Belum lagi masalah geografis dan mentalitas oknum pengawas yang lemah yang makin menyulitkan pengawasan yang tegas,” tutur Edy.
Jika ditinjau lebih jauh lagi, ada beberapa hak pekerja yang belum diberikan dengan baik. Terutama pada hak-hak di wilayah domestiknya. Misalnya saja cuti melahirkan tanpa pemotongan gaji, izin sakit, menahan ijazah untuk masuk kerja, hingga tersedianya ruang laktasi bagi pekerja perempuan yang sedang masa menyusui.
“Aturan seperti ini bisa saja diatur dalam peraturan perusahaan (PP). Namun dapat dilihat faktanya, perusahaan terdaftar WLKP yang memiliki Peraturan Perusahaan (PP) 38.032 dari 1.886.947 perusahaan atau hanya 2 persen saja,” ungkap Edy.
Selanjutnya, ketika bicara Pekerja Migran Indonesia (PMI) juga masih banyak cengkarut. Bukti adanya PMI ilegal yang bermasalah dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ini menunjukkan harus ada yang dibereskan.
Menutup celah nakal hingga membekali angkatan kerja dengan kemampuan yang mumpuni menurut Edy harus dilakukan.
“Bekali keterampilan, kemampuan bahasa asing ditingkatkan, lalu lewat pemerintahan terkecil harus ada edukasi tentang pemberangkatan PMI yang legal,” jelas Edy.
Sementara itu, Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Mulya Amri mengatakan, sistem pengupahan harus adil terhadap pekerja dan menarik untuk swasta atau investor. Besarnya upah harus merupakan titik tengah antara kedua kepentingan itu.
Menurutnya, yang harus dilakukan adalah meningkatkan produktivitas pekerja Indonesia.
Baca Juga: Selamat Hari Buruh, Hari Ini Libur Nasional, Cek Tanggal Merah Mei 2024
"Kalau produktivitasnya tinggi, maka swasta akan rela dan harus mau meningkatkan standar upahnya. Tugas negara melalui sistem pendidikan dan kesehatan adalah meningkatkan produktivitas pekerja Indonesia," ujar Mulya.
Selain itu, penciptaan lapangan kerja akan dilakukan melalui program hilirisasi dan industrialisasi setidaknya 21 komoditas. Gunanya meningkatkan nilai tambah ekonomi, membuka lapangan pekerjaan dan efek pengganda lainnya.
Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mentargetkan penciptaan 19 juta lapangan pekerjaan baru sebagai baseline. Target ini berdasarkan analisis rasio penciptaan lapangan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi.
Adapun, 19 juta lapangan kerja baru itu akan terbuka/tercipta kalau pertumbuhan ekonomi mencapai 4,85%.
"Pemerintahan Prabowo-Gibran menargetkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi lagi, yaitu sebanyak 6%-7% per tahun. Artinya terbuka kemungkinan untuk menciptakan lebih dari 19 juta pekerjaan baru," terang Mulya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News