Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) diberbagai belahan dunia membeberkan poin-poin penting dari revisi Undang-Undang Tentara Negara Indonesia (UU TNI), di mana ini dinilai bakal menciderai demokrasi dan reformasi.
Ketua Umum PPI Denmark, Yuan Anzal Ramadhan mengatakan salah satu subtansi yang tercemar dalam revisi UU TNI sebagai ancaman terhadap demokrasi, yakni hadirnya Pasal 7 ayat 2 angka 15 di mana memperkenankan TNI untuk terlibat dalam penanganan ancaman siber.
“Hal tersebut memunculkan problematika yang krusial tanpa adanya penjelasan yang relevan hal ini akan mengancam sistem demokrasi sebagaimana yang terjadi pada kasus di Papua pada tahun 2019 perihal internet shortcut,” ujarnya dalam konferensi pers daring, Rabu (19/3).
Baca Juga: Bisa Jadi Pintu Masuk Dwifungsi Militer, 12 Ribu Orang Teken Petisi Tolak RUU TNI
Tak hanya itu, Yuan menyebut, pada pasal 47 RUU TNI yang memperbolehkan TNI mengisi jabatan sipil. Menurutnya, hal ini jelas menunjukkan bahwa prinsip supremasi sipil yang seharusnya dipegang kuat dalam sistem demokrasi bisa terganggu.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PPI Belanda, Vadaukas Valubia Laudza mengungkapkan, di pasal 53 ayat 2 revisi UU TNI yang menaikkan batas pensiun bagi perwira TNI tanpa penjelasan.
Menurutnya, ini jelas memberikan dampak yang kurang baik terhadap peningkatan beban anggaran negara hingga Rp 412 miliar, sebagaimana data Indonesia Strategic And Defense Studies (ISDS) tahun 2025.
“Dengan menaikan batas pensiun TNI akan berakibat pada perlambatan proses kaderisasi atau regenerasi dalam tubuh militer,” terangnya.
Lebih lanjut, Vadaukas menegaskan, kehadiran revisi UU TNI juga berpotensi mempertahankan status quo elit TNI dalam jabatan strategis menjadi lebih lama.
Baca Juga: Bertemu DPR, Koalisi Masyarakat Sipil Beri Catatan Kritis Soal RUU TNI
“Pasal 53 ayat 4 menyebut perpanjangan batasan pensiun perwira TNI bintang 4 yang bisa ditentukan oleh kebijakan presiden tentu akan berpotensi terhadap political abuse,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Umum PPI Australia, Wildan Ali menyampaikan kurangnya transparansi dan partisipasi publik dalam proses revisi UU TNI mempunyai implikasi yang signifikan bagi penyelenggaraan demokrasi dan merusak semangat reformasi.
“Tindakan serampangan dalam pembuatan RUU TNI mencederai amanat pasal 96 UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang secara eksplisit mengatur kewajiban memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembentukan Perundang-Undangan,” pungkasnya.
Selanjutnya: Blak-Blakan! Asosiasi Pengembang Sebut Program 3 Juta Rumah Belum Ada Progres
Menarik Dibaca: PLN Perkuat Talenta Masa Depan dengan Program Ikatan Kerja ITPLN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News