kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perhatian pemerintah terhadap pengidap HIV/AIDS masih minim


Jumat, 19 Juli 2019 / 20:44 WIB
Perhatian pemerintah terhadap pengidap HIV/AIDS masih minim


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Sejumlah kalangan mendesak pemerintah memberikan perhatian serius pada mereka yang mengidap penyakit HIV/AIDS (ODHA). Mereka ini dinilai sangat membutuhkan perhatian di tengah minimnya penanganan dari pemerintah.

Berdasarkan estimasi Kementerian Kesehatan (Kemkes), jumlah pengidap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia sebanyak 640.443 orang. Dari jumlah itu, baru 338.000 yang ditemukan atau dilaporkan. Kemudian, sekitar 35% atau 118.000 di antaranya yang patuh minum obat sampai saat ini.

Artinya masih ada sekitar 220.000 ODHA yang tidak menjalani pengobatan.

Baca Juga: Kemkominfo kembali rilis tanyangan Miss Lambe Hoaks

Kemkes mencatat, umumnya, pengidap ODHA merupakan pengguna narkotika yang menggunakan jarum suntik. Selain itu, HIV/AIDS didapat lewat cairan dalam hubungan seks di mana salah satunya sudah memiliki HIV/AIDS.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily mengatakan rehabilitasi ODHA masih cukup minim. Anggaran pemerintah yang digelontorkan bagi mereka masih minim sehingga rehabilitasi belum merata.

Misalnya, ODHA karena jarum suntik akibat peredaran narkoba masih belum digalakkan. “Terus terang masih belum puas karena masih banyak ditemukan peredaran narkoba yang cukup banyak,” kata Ace kepada Kontan.co.id, Jumat (19/7).

Baca Juga: Tertangkap, inilah Brochez, si pembocor data penderita HIV di Singapura

Bisa dikatakan, potensi bertambahnya ODHA masih terbuka lebar, selama peredaran narkoba belum kuat.

Menurut Ace pemerintah harus meningkatkan program pencegahan narkoba lewat Badan Narkotika Nasional (BNN). Salah satu program yang dilakukan BNN adalah sosialisasi kepada masyarakat dan rehabilitasi. Maka pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang bisa menjangkau penyebab ODHA dari huli ke hilir.

Ketua Yayasan Pesona Jakarta Sammi Alfarisi menjelaskan ODHA akibat hubungan seks. Sammi mengatakan, saat ini langkah pemerintah sudah cukup baik dengan membuat poli khusus seperti di puskesmas.

Baca Juga: Pemprov DKI luncurkan tiga produk kesehatan

Ada dua layanan di Yayasan Pesona dalam penanggulangan ODHA pertama bergerak untung melakukan pendekatan ke masyarakat guna mendata ODHA. Kedua, melakukan penyuluhan sampai mendampingi pengobatan ODHA.

Dalam praktiknya dari April-Mei, ada 200 ODHA yang tercatat di Yayasan Pesona. Rata-rata tiap bulan ODHA yang ditangani sekitar 60 orang - 70 orang.

Nah, masalahnya adalah Yayasan Pesona belum bisa menjangkau keluarga dari ODHA. “Kemungkinan tertular misalnya bisa ke istri dan anak dari pengidap ODHA,” kata Sammi.

Selain itu, kampanye HIV/AIDS juga belum digalakkan oleh pemerintah. Sehingga saat ini masyarakat belum banyak yang tahu bagaimana cara pengobatan ODHA dan cara mencegahnya.

Baca Juga: ABM Investama Group borong penghargaan ISDA 2018

Aktivis Kesadaran HIV/AIDS Rory Asyari menilai bahwa peran serta kampanye pemerintah masih kurang untuk memutus stigma negatif ODHA. Dia menyarankan bahwasannya kampanye pemerintah harus tetap sasaran.

Rory bilang media sosial adalah sarana yang ampuh memberikan informasi HIV/AIDS. “Harus diakui bahwa orang dengan HIV/AIDS mayoritas di rentang 20-40 tahun yang merupakan generasi millenial,” kata Rory.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×