kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perhapi Rekomendasikan Perlu Satgas Khusus Penanggulangan Pertambangan Ilegal


Jumat, 26 Agustus 2022 / 16:15 WIB
Perhapi Rekomendasikan Perlu Satgas Khusus Penanggulangan Pertambangan Ilegal
ILUSTRASI. Perhapi rekomendasikan perlu dibentuk Satgas Khusus penanggulangan pertambangan ilegal yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. ANTARA FOTO/Muhammad Arif Pribadi/Lmo/nz


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah untuk menghadapi persoalan pertambangan ilegal yang semakin marak di Tanah Air. 

Asal tahu saja, pertambangan tanpa izin tumbuh seiring peningkatan harga komoditas tambang yang semakin tinggi dan lemahnya penegakan hukum. 

Saat ini terdapat lebih dari 2.700 lokasi PETI yang tersebar di Indonesia. Dari jumlah tersebut, lokasi PETI batubara sekitar 96 lokasi dan PETI mineral sekitar 2.645 lokasi (data triwulan III 2021). Adapun menurut data Kementerian ESDM diperkirakan ada sekitar 3,7 juta pekerja yang terlibat di kegiatan PETI. 

Baca Juga: Unit Khusus Tambang Ilegal Siap Dibentuk, Perhapi Beri Delapan Rekomendasi Perbaikan

Salah satu faktor maraknya pertambangan ilegal ialah, tidak konsistennya penerapan hukum/aturan dalam mengatasi PETI. Di sisi lain, rancunya pembagian peran antara pemerintah pusat dan daerah dalam rangka pembinaan ataupun pengawasan hingga penindakan. 

Sebanarnya, selain dari faktor hukum, ada sejumlah faktor lainnya yang mempengaruhi menjamurnya PETI saat ini, seperti faktor sosiologis, faktor ekonomi, politis, hingga edukasi. Maka itu, menimbang berbagai persoalan ini, Perhapi menyampaikan sejumlah rekomendasi untuk pemerintah. 

“Perlu dibentuknya Satuan Tugas (Satgas) Khusus untuk pemberantasan PETI yang bertanggung jawab langsung ke Presiden atau Wakil Presiden,” jelasnya seperti dikutip Kontan.co.id, Jumat (26/8). 

Menurut Rizal,  pihaknya mengusulkan Satgas langsung di bawah Presiden karena PETI tidak akan pernah beres kalau yang melaksanakan Satgasnya masih di bawah jabatan atau pangkat dari yang melaksanakan pertambangan ilegal tersebut. 

Pihaknya juga merekomendasikan agar pemerintah perlu melakukan penegakan aturan untuk semua bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh kegiatan PETI terutama menyasar cukong-pemodal dan beking yang banyak mengambil keuntungan dari bisnis PETI, termasuk penghindaran terhadap pajak dan retribusi lainnya. 

Di sisi lain, Perhapi juga meminta, perlu dibentuknya Direktorat Khusus GAKKUM di Kementerian ESDM untuk menangani kasus pelanggaran di bidang energi dan minerba. 

Baca Juga: Pelaku Usaha Keluhkan Tersendatnya Izin Amdal, Begini Kata Kementerian LHK

Rekomendasi lainnya, perlu dilakukan upaya pencegahan aktivitas PETI dengan melakukan publik edukasi ke masyarakat terkait dampak negatifnya, dengan melibatkan pemangku kepentingan, seperti akademis, pemerhati lingkungan, tokoh masyarakat, tokoh adat dan lainnya. 

Rizal mengatakan, Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IPR) karena karakternya yang khusus, jenis penambangan ini sebaiknya diberi nama pertambangan skala kecil dan pengaturannya disesuaikan dengan karakteristik tersebut. 

“Selain itu, bantuan teknik kepada pertambangan rakyat skala kecil, misalnya untuk penambangan emas tanpa merkuri, dan teknik penambangan yang lebih efisien,” terangnya. 

Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengatakan, mengenai Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) sedang berproses sudah bergulir dan respon di Kementerian PAN-RB (Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia) bisa juga menyesuaikan. Ditargetkan di akhir tahun ini dan awal tahun depan sudah bisa berdiri. 

“Tentu ini melalui proses sejumlah Focus Group Discussion yang melibatkan Komisi VII DPR RI juga,” jelasnya dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI bersama Kementerian ESDM, Rabu (24/8). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×