Reporter: Muhammad Afandi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) saat ini fokus dalam pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi akibat gempa Nusa Tenggara Barat (NTB).
Tercatat 1.266 fasilitas publik dilaporkan rusak. Sementara baru 419 yang terverifikasi dan 78 sedang dikerjakan.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri PUPR Mochamad Basoeki Hadimoeljono pada rapat konsultasi penanganan bencana NTB bersama DPR RI Senin (10/9).
Basoeki mengungkapkan fasilitas yang paling banyak rusak adalah fasilitas pendidikan. Dari 818 dilaporkan rusak, 380 sudah terverifikasi dan 54 sedang dalam pengerjaan.
Kemudian data fasilitas publik yang lain yang adalah rumah ibadah sebanyak 381 dilaporkan rusak, 7 terverifikasi dan 7 sedang dalam pengerjaan.
Fasilitas rumah sakit dan puskesmas, 54 dilaporkan rusak, 20 terverifikasi dan 15 sedang dikerjakan. Pasar, 13 dilaporkan rusak, 12 terverifikasi dan 2 sedang dikerjakan.
Sementara untuk kluster privat, rumah masyarakat yang telah terverifikasi rusak berat adalah sebanyak 31.991 unit.
Untuk penanggulangan kluster privat tersebut pemerintah tidak akan membangun Hunian Sementara (Huntara) untuk pengungsi. Arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut dipertanyakan oleh anggota DPR RI.
Dalam rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah tersebut mempertanyakan langkah yang diambil pemerintah tersebut agar dipertimbangkan kembali.
Bahkan Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaeda mendesak pemerintah untuk membuat Huntara menyikapi akan masuknya musim hujan. “Kami meminta kebijakan untuk tidak membangun Huntara agar dipertimbangkan kembali,” ujar Isvie.
Sementara, Basoeki menanggapi, sesuai dengan yang sedang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) lakukan adalah membangun tenda sementara untuk korban di dekat rumah korban masing-masing.
“Huntara itu kaya barak, berkumpul dengan org lain. Mereka ini dengan keluarga masing-masing,” jawab Basoeki saat dikonfirmasi usai rapat tersebut.
Menurut Basoeki, sesuai arahan presiden untuk proses pembangunan rumah melibatkan masyarakat dengan metode Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman berbasis Komunitas (Rekompak)
“Sementara mereka bikin rumahnya sendiri secara gotong royong. Harapannya mereka bekerja gotong royong sehingga lebih cepat,” ujarnya.
Rumah-rumah di NTB disebutkan oleh Basoeki mudah hancur terkena gempa akibat konstruksi yang tidak memiliki kolom-kolom. Kebiasaan buruk tersebut yang menjadikan hunian-hunian tersebut mudah rusak apabila terjadi bencana.
Untuk itu Basoeki mengatakan perlunya pendampingan agar pembangunan berlangsung sesuai dengan yang diharapkan. PUPR langsung yang akan melakukan pendampingan tersebut.
“Untuk itu harus didampingi untuk membuat desain teknis. Kami hanya mendampingi uangnya langsung ke mereka. Mereka yang bikin semua mau bikin kaya apa. Ada 400 orang insinyur dikirim ke sana, sudah dilatih. Sumbawa 27 orang. Lainnya ada di lombok,” katanya.
Untuk pembangunan kembali rumah-rumah yang rusak berat tersebut PUPR akan menggunakan Teknologi Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA ). Basoeki mengklaim RISHA sudah dilaksanakan di 19 lokasi.
Risha sendiri adalah teknologi yang dikembangkan Kementerian PUPR. Teknologi tersebut digadang untuk menjadikan rumah tahan gempa.
Teknologi ini menggunakan panel knock down sehingga mudah dipasang dan lebih cepat penyelesaiannya serta biaya lebih murah dibandingkan konstruksi rumah konvensional.
“Desainnya itu RiSHA. Bisa dari kayu namanya Rika. Risha itu kolom-kolomnya. Dinding-dindingnya bisa dari batu bata yang mereka punya disusun lagi, kusen, jendela masih bisa dipakai,” ujarnya menjelaskan.
Sementara untuk penyediaan material bangunan melalui depo. Kadin NTB telah membuka 8 depo material konstruksi di 5 kecamatan yakni di Pemenang, Tanjung, Kayangan, Banyan dan Gangga.
“Depo bangunan sudah didekatkan dengan masyarakat dan harganya tidak boleh lebih dari harga pasar. Kalau ada yang lebih Kadin tanggung jawab.” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News