Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam rangka meningkatkan ketersediaan likuiditas rupiah bagi perbankan, Bank Indonesia (BI) menyelenggarakan operasi pasar terbuka (OPT) yang ekspansif. Operasi pasar terbuka tersebut dalam bentuk melalui lelang term repo dan forex swap jual secara reguler.
Direktur Keuangan dan Tresuri PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) Iman Nugroho Soeko menyambut kebijakan BI tersebut. Menurutnya, OPT yang ekspansif melalui lelang term repo maupun forex swap dapat memang membantu likuiditas perbankan.
Hanya saja, ia menilai kebijakan tersebut hanya membantu likuiditas dalam jangka pendek. Sementara, "sebenarnya yang diperlukan kebanyakan bank saat ini adalah pendanaan untuk menunjang penyaluran kredit yang sifatnya lebih jangka menengah panjang," ungkap Iman kepada Kontan.co.id, Senin (11/3).
Kendati demikian, Iman enggan berkomentar lebih lanjut mengenai kebijakan semacam apa yang diharapkan dari BI untuk industri perbankan. Iman meyakini, bank sentral sebagai komando kebijakan moneter pasti memahami situasi dan kondisi likuiditas secara makro saat ini.
"Kalau sebagai bank, kami masing-masing penyaluran kreditnya harus disesuaikan dengan kemampuan memobilisasi dana masyarakatnya saja," ujar dia.
Sementara, Ekonom Treasury & Capital Market Divison PT Bank Danamon Indonesia Tbk Wisnu Wardana menilai, ekspansi pasar terbuka BI merupakan langkah penyeimbang di tengah mengetatnya likuiditas perbankan saat ini.
Wisnu menilai, saat ini merupakan waktu yang tepat bagi BI untuk menggelar OPT ekspansif. Pasalnya, rasio kredit terhadap DPK atau loan to deposit ratio (LDR) melonjak hingga 94,04% per akhir tahun lalu.
"Dari 115 bank yang ada dan klasifikasi BUKU yang berbeda-beda, kondisi likuiditas bank bisa beragam, ada yang aman dan ada juga yang 'mepet'. Langkah BI ini tentu akan sangat menolong bank dengan likuiditas yang mepet itu," ujar Wisnu kepada Kontan.co.id, Senin (11/3).
Wisnu juga menilai, langkah BI menginjeksi likuiditas rupiah juga penting untuk menjaga pertumbuhan penyaluran kredit perbankan yang telah mencapai 11,75% pada tahun lalu. Penyaluran kredit yang bertumbuh diharapkan akan turut berkontribusi terhadap kinerja investasi dan konsumsi dalam negeri sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
"Meski memang multiplier kredit terhadap PDB cenderung turun sejak 2014-2015 sehingga artinya peran pertumbuhan kredit terhadap pertumbuhan ekonomi mengecil," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News