kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Peraturan lemah, Indonesia adalah sasaran empuk investasi perusahaan rokok asing


Rabu, 27 Juli 2011 / 13:56 WIB
Peraturan lemah, Indonesia adalah sasaran empuk investasi perusahaan rokok asing
ILUSTRASI. Suasana Transmart di Transpark Bintaro, Tangerang Selatan, Jumat (20/12). KONTAN/Baihaki/20/12/2019


Reporter: Dwi Nur Oktaviani |

JAKARTA. Peneliti Lembaga Demografi FEUI, Abdillah Ahsan, menyatakan Indonesia menjadi negara sasaran empuk bagi perusahaan asing untuk menguasai industri rokok dalam negeri.

Potensi ini dilihat dari pertumbuhan penduduk Indonesia yang meningkat 1,5% per tahun serta, tingginya pertumbuhan ekonomi 6%-7% per tahun. Tak hanya itu, perusahaan rokok bisa berkembang pesat karena lemahnya peraturan pengendalian konsumsi rokok, salah satunya seperti tidak adanya pelarangan iklan rokok.

"Di Indonesia, rokok bisa diperoleh dengan harga murah. Apalagi tidak ada peringatan kesehatan berupa gambar di setiap bungkus rokok, " ujar Abdillah ketika diskusi mengenai Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Penggunaan DBHCHT, Rabu (27/7).

Sehingga baginya tidak mengherankan jika Philip Morris International membeli 98% saham PT. HM Sampoerna pada tahun 2005 dan British American Tobacco Group (BAT) juga membeli 57% saham PT Bentoel International Investama milik group Rajawali. Bahkan, Juli 2011 lalu perusahaan rokok KT&G dari Korea mengumumkan telah membeli 60% saham pabrik rokok Pasuruan, PT Trisakti Purwosari Makmur (TPM).

"Lemahnya peraturan pengendalian konsumsi rokok telah menarik minat perusahaan rokok luar negeri untuk masuk ke pasar rokok dalam negeri. Ini ada 3 raksasa perusahaan rokok multinasional yang menguasai industri rokok dalam negeri," jelasnya.

Tidak hanya itu, Abdillah pun memberikan solusi pengendalian konsumsi rokok. Dengan cara peningkatan harga rokok melalui peningkatan cukai rokok. Lalu, larangan iklan rokok secara menyeluruh. Kemudian, sambungnya, peringatan kesehatan bergambar dibungkus rokok dan menggenjot kawasan tanpa rokok (KTR).

"Keempat instrumen tersebut harus diterapkan secara simultan agar konsumsi rokok dapat diturunkan secara signifikan. Kewenangan dalam implementasi memang berbeda-beda. Misalnya instrumen peningkatan cukai rokok, pelarangan iklan dan peringatan bergambar menjadi kewenangan pemerintah pusat. Sedangkan KTR menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk mengaturnya," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×