Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Ketidakpastian Ekonomi Indonesia atau World Uncertainty Index (WUI) melonjak tajam pada kuartal II-2025 mencapai level 1,10.
Mengutip data World Uncertainty Index yang dirilis oleh situs resmi Federal Reserve Bank of St.Louis pada 9 Juli 2025, angka ini menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah sejak data pertama kali dicatat pada tahun 1952.
Global Markets Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto menilai, peningkatan ketidakpastian ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal dan domestik yang saling berkelindan.
Baca Juga: Ketidakpastian Ekonomi Indonesia per Kuartal II-2025 Tertinggi Sepanjang Sejarah
Salah satu penyebab utama adalah ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan sejumlah negara mitra, yang menciptakan iklim ketidakpastian bagi investor global.
"Pada bulan April kita mendapatkan tarif yang lebih tinggi, 32%, walaupun kemudian ditunda sampai Juli terus ditunda lagi sampai bulan Agustus. Itu yang memberikan ketidakpastian buat investor global," ujar Myrdal kepada Kontan.co.id, Minggu (5/10).
Menurutnya, perubahan kebijakan tarif tersebut membuat pelaku pasar global ragu terhadap prospek ekonomi negara-negara yang terdampak perang dagang AS, termasuk Indonesia.
Selain faktor eksternal, sentimen investor juga terpengaruh oleh data pertumbuhan ekonomi nasional yang di bawah ekspektasi.
"Mereka juga menerima data pertumbuhan ekonomi kita kuartal pertama yang kurang dari 5%, padahal saat itu sedang musim puncak Lebaran. Jadi mereka terlihat lebih pesimis terhadap prospek ekonomi kita," jelasnya.
Baca Juga: Transisi Energi di Asia Diprediksi Makin Melambat Imbas Ketidakpastian Ekonomi Global
Namun, Myrdal mencatat bahwa secara faktual, perekonomian Indonesia justru menunjukkan perbaikan pada kuartal II dengan pertumbuhan sebesar 5,12%.
Dari sisi fiskal, Myrdal menyoroti bahwa realisasi pendapatan dan belanja negara pada semester pertama masih di bawah 50% dari target.
"Jadi ya ada kemungkinan mereka melihat kondisi itu memberikan sinyal yang kurang bagus juga walaupun realitanya kan defisit fiskal kita masih terjaga ya," terang Myrdal.
Ia menjelaskan, lemahnya kinerja pendapatan negara antara lain dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas global, berkurangnya setoran dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta tidak adanya kenaikan tarif cukai rokok pada tahun ini.
Baca Juga: Ekonomi Indonesia Paling Tidak Pasti di Kuartal II, Begini Penyebabnya
Sementara itu, rendahnya realisasi belanja lebih disebabkan oleh faktor transisi pemerintahan dan kebijakan efisiensi anggaran.
Myrdal memperkirakan pada kuartal III-2025, indikator ketidakpastian ekonomi tampak kembali meningkat. Hal ini tercermin dari kenaikan Credit Default Swap (CDS) Indonesia pada akhir September.
"Ya memang ada beberapa faktor sih terutama terkait dengan kondisi di mana ada kejadian terkait dengan menteri keuangan yang baru," katanya.
Selain pergantian Menteri Keuangan, ia menilai beberapa kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan Menteri Keuangan turut memberi pengaruh.
Baca Juga: Waspada, IMF Ingatkan Potensi Resesi Global Naik Dua Kali Lipat Imbas Perang Dagang
Faktor eksternal juga masih berperan, termasuk tensi perang dagang yang kembali meningkat pada awal Agustus serta aksi demonstrasi di akhir bulan.
"Jadi itu sih yang bikin kuartal III uncertainty malah cenderung meningkat, walaupun kalau untuk kondisi sekarang sih, begitu kuartal IV cenderung relatif membaik sih kalau saya lihat," pungkasnya.
Selanjutnya: Rupiah Berpotensi Lanjutkan Penguatan pada Senin (6/10/2025) Analis Urai Sentimennya
Menarik Dibaca: IHSG Masih Rawan Konsolidasi, Simak Rekomendasi Saham MNC Sekuritas (6/10)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News