Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Perwakilan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) pada Senin (27/2) menyambangi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk bertemu dengan Menteri ESDM Ignasius Jonan terkait masalah kontrak antara pemerintah dan PT Freeport Indonesia (PTFI).
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) Otto Hasibuan setelah pertemuan tersebut menyatakan Peradi mendukung penuh keputusan pemerintahan Joko Widodo dalam persoalan Freeport baik terkait masalah kontrak hingga pelaksanaan divestasi saham Freeport sebesar 51%.
"Kami sebagai advokat ingin memberikan dukungan penuh kepada pemerintah dan akan juga melakukan aksi hukum. Bahkan tadi Pak Jonan mengatakan bila perlu juga nanti jika sampai ke arbitrase maka akan melibatkan kami dan dibantu dengan Jaksa Agung untuk proses arbitrasenya," kata Otto di Kementerian ESDM pada Senin (27/2).
Menurut Otto, Freeport sejauh ini memang telah berusaha untuk melakukan penekanan kepada pemerintah dengan mengancam akan melakukan gugatan ke arbitrase internasional. Padahal dalam perjanjian kontrak antara pemerintah dan Freeport telah dijelaskan agar Freeport mengikuti peraturan yang dikeluarkan pemerintah dari waktu ke waktu.
Itu berarti jika pemerintah membuat aturan baru maka Freeport harus mengikut aturan terbaru tersebut. "Jadi jangan dianggap aturan yang dibuat pemerintah itu sebagai pelanggaran terhadap kontrak karena ada ketentuan mengatakan bahwa itu harus diikuti,"jelasnya.
Otto pun menyebut posisi pemerintah Indonesia cukup kuat jika harus melawan Freeport di arbitrase internasional. "Kita harus optimistis melihat perjanjian itu. Artinya soal arbitrase saya kira tidak masalah buat kita, pemerintah harus siap melawannya," kata Otto.
Bahkan Otto bilang, Freeport yang selama ini tidak memenuhi kewajibannya kepada pemerintah Indonesia. Salah satu contohnya adalah pembangunan smelter di Gresik yang sampai sekarang baru berjalan 40%. Dengan posisi tersebut, Freeport seharusnya tidak menggugat pemerintah ke arbitrase internasional.
"Kalau bicara hukum, kalau dia tidak memenuhi kewajibannya, berarti kan dia breach of contract, dia wanprestasi kan. Kalau dia lebih dulu melakukan wanprestasi, otomatis dia tidak bisa lagi menuntut prestasinya. Saya kira di luar negeri juga sama. Hukum di Indonesia sangat jelas, dan saya yakin di arbitrase juga sama," jelas Otto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News