kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Penyederhanaan tarif untuk genjot penerimaan cukai


Jumat, 29 September 2017 / 06:10 WIB
Penyederhanaan tarif untuk genjot penerimaan cukai


Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Desakan agar pemerintah menyederhanakan struktur cukai rokok terus menguat. Proses penyederhanaan ini diyakini akan dapat meningkatkan penerimaan negara asalkan tidak ada kebijakan-kebijakan yang kontradiktif.

Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menjelaskan, Indonesia sebenarnya mempunyai peluang untuk meningkatkan penerimaan dari cukai rokok dengan cara menyederhanakan struktur tarifnya.

Tetapi karena ada kebijakan batasan produksi 3 miliar batang untuk masing-masing segmen rokok buatan mesin, hal ini malah menjadi bumerang bagi penerimaan pemerintah karena yang seharusnya ada perusahaan yang sudah harus membayar tarif cukai yang paling tinggi, tetapi karena ada mekanisme 3 miliar batang, akhirnya mereka masih bisa menikmati tarif cukai golongan 2 yang lebih rendah.

“Dengan dinaikkan threshold menjadi 3 miliar, dia malah tetap menikmati tarif yang rendah. Padahal 3 miliar batang itu kalau kami menghitung, omzetnya setara dengan Rp 2,4 triliun. Dengan omzet sebesar itu, jelas adalah perusahaan besar yang sudah harus bayar tarif cukai tertinggi golongan 1," ujarnya, dalam keterangan tertulis, Rabu (27/9) lalu.

Yustinus menambahkan bahwa penyederhanaan struktur tarif itu penting supaya persaingan di industri itu adil. “Pemain besar ya bermain dengan pemain besar,” tutur Yustinus.

Di berbeda kesempatan, anggota Komisi XI DPR RI, Ahmad Nadjib juga menyampaikan kekhawatiran yang serupa. Nadjib mengkritisi penerapan batas produksi 3 miliar batang untuk rokok buatan mesin merupakan formulasi kebijakan yang tidak tepat karena hanya menimbulkan celah-celah yang dapat digunakan pabrikan.

“Saya mengkritisi bahwa menerapkan hal tersebut kurang tepat karena kalau hitungan-hitungan secara otomatis 2,99 miliar batang juga masih dibawah tiga miliar batang kan,” ujarnya.

Nadjib pun meminta kepada Pemerintah agar mengkaji ulang kebijakan-kebijakan yang menyangkut batasan produksi agar nantinya persaingan di industri itu adil dan penerimaan Negara dapat lebih optimal.

“Itulah makanya kita perlu formulasi ulang terkait batasan-batasan dan regulasi. Bagaimana kita mengklasifikasi itu yang kemudian adil buat industri dan juga menguntungkan buat pemerintah.”

Pembahasan mengenai batasan volume produksi rokok memang sempat ramai dibicarakan di media dan sudah keluar beberapa masukan kepada pemerintah untuk menggabungkan batas volume produksi untuk rokok buatan mesin SKM dan SPM menjadi kumulatif 3 miliar batang agar persaingan yang sehat dapat tercipta di industri rokok nasional.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Indonesia Bisa Genjot Penerimaan Cukai dengan Cara Ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×