Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J Supit menyebut, Undang-Undang Cipta Kerja memberikan kepastian bagi pengusaha juga tenaga kerja.
"Baik investor dan buruh itu memerlukan kepastian. Kalau pengusaha kepastian berusaha, kalau buruh kepastian atas adanya perlindungan. Kalau dibaca di pasal itu [UU Cipta Kerja], dua-duanya terjamin," ujar Anton kepada Kontan, Jumat (9/10).
Anton berpendapat, perlu dilihat pula mengapa UU Cipta Kerja ini hadir. Dia menjelaskan, sebelum adanya Covid-19 pun, angka pengangguran di Indonesia cukup tinggi. Menurutnya ada sekitar 7 juta orang yang pengangguran, sekitar 8 juta setengah menganggur, sekitar 28 juta pekerja paruh waktu dan ada lebih dari 2 juta angkatan kerja baru.
"Semua ini membutuhkan lapangan kerja," terang Anton.
Baca Juga: Jokowi ungkap alasan tetap pertahankan UU Cipta Kerja kendati banyak ditentang
Belum lagi dia menyebut orang-orang yang masuk dalam golongan miskin. Tak hanya jumlah penduduk miskin yang tercatat BPS, tapi juga orang yang tidak mampu membayar iuran BPJS Kesehatan yang berkisar 96,8 juta.
Di lain sisi, lapangan kerja tidak ada lantaran iklim investasi yang tidak kondusif. Menurutnya, persoalan ini tidak hanya dari sisi perizinan tapi juga berkaitan dengan isu tenaga kerja.
Menurutnya, salah isu yang paling krusial terkait ketenagakerjaan adalah mengenai pesangon. Menurutnya, dengan pesangon yang potensi maksimal bisa mencapai 32,4 bulan, maka akan sulit untuk menarik investor.
"Kalau kita exercise di 1 jenis usaha, dengan 9.000 karyawan. Kalau menutup pabrik, pesangon yang dibayar Rp 800 miliar, lantas dibayar pakai apa membayar aset. Semua aset dijual hanya Rp 600 miliar. Kalau investor melihat ini mau masuk tidak sekarang?" jelas Anton.
Menurutnya, jumlah pesangon tersebut memang akan adil kepada buruh yang bekerja, tetapi tidak menambah lapangan pekerjaan. Sehingga menurutnya, aturan ini tidak adil kepada orang yang tidak bekerja.
Karena itu, dia pun berpendapat aturan yang bisa menghambat masuknya investasi harus diubah. Menurutnya, pesangon yang diturunkan pun tidak akan merugikan pekerja karena pesangon yang didapatkan tidak kalah dengan negara lain, sementara di satu sisi memberikan kesempatan orang lain untuk bekerja.
Bahkan menurut Anton, bila pesangon yang didapatkan menjadi 19 kali gaji, jumlah tersebut masih jauh lebih tinggi dibandingkan negara lain.
Baca Juga: Solusi Digital Bank Mandiri dukung produktivitas pelaku usaha di tengah pandemi
Tak hanya menyoroti mengenai pesangon, Anton pun menyinggung mengenai upah minimum. Menurutnya, dengan adanya UU Cipta Kerja ini, upah yang sudah ditetapkan tidak mungkin menurun.
"Karena UU ini hanya mengatur upah minimum itu hanya berdasarkan pertumbuhan daerah atau inflasi. atas dasar yang sekarang ini. Jadi upah yang minimum yang ada sekarang ini tidak akan berubah, kenaikannya diatur," jelas Anton.
Sementara Anton pun mempertanyakan mengapa banyak orang yang selalu berkutat dengan upah minimum. Pasalnya, tidak semua orang yang bekerja digaji setara dengan upah minimum. Dia menyebut masih ada yang disebut dengan upah sundulan, bahkan masih bisa dilakukan negosiasi gaji yang dilakukan dengan perundingan.
Adapun, bila perundingan tersebut gagal atau tidak mendapatkan kesepakatan, pekerja pun bisa melakukan mogok kerja asalkan hal tersebut sesuai dengan syarat yang ada.
"Jadi kalau mengikuti prosedur ini apa yang berat? Dia tetap punya hak untuk mogok, dia bisa mengusulkan," jelasnya.
Hal lain yang menjadi sorotan Anton adalah mengenai perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PWKT). Menurut Anton, sesuai dengan UU Cipta Kerja, PWKT ini hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu
Baca Juga: Bankir sepakat, UU Cipta Kerja dapat mendorong pertumbuhan kredit
Dalam UU tersebut PWKT adalah untuk pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya, pekerjaaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama, pekerjaan yang bersifat musiman, pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan, atau pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.
PWKT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Sementara, bila perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan, maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Lebih lanjut Anton mengatakan, adalah hal yang wajar bila pengusaha mencari keuntungan dalam berinvestasi. Namun dalam rangka penciptaan tenaga kerja, bukan berarti ada buruh yang dikorbankan.
"Kunci pengusaha itu adalah pertumbuhan, dia butuh profit. Kalau melihat segala ketentuan yang akhirnya membuat dia tidak mendapat profit ya siapa yang mau? ya kerja sosial saja kan, dan itu wajar di mana-mana. Cuma dalam rangka penciptaan tenaga kerja, bukan berarti mengorbankan buruh. Karena itu buruh itu perlu dilindungi dalam batas yang wajar," kata Anton.
Selanjutnya: Faisal Basri sebut untuk capai pertumbuhan ekonomi 7% tak perlu lewat Omnibus Law
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News