Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan, Gapki menyambut baik pengumuman usulan penundaan Peraturan Deforestasi (EUDR) Uni Eropa.
Penundaan ini dapat memberikan waktu untuk bersama sama mempersiapkan EUDR agar dapat menguntungkan kedua belah pihak.
“Pada prinsipnya Gapki akan terus bersama pemerintah dan terus berusaha agar ekspor kita ke Uni Eropa dapat sesuai dengan aturan EUDR, waktu 1 tahun ini akan terus dimanfaatkan untuk mempersiapkan ini,” ujar Eddy saat dihubungi Kontan, Jumat (4/10).
Gapki juga akan terus memberi masukan aturan mana yang memberatkan atau bahkan tidak sesuai dengan undang undang di Indonesia agar UE dapat menerima keberatan Indonesia.
“Jadi Uni Eropa juga harus mengerti bagaimana kondisi kita,” terang Eddy.
Baca Juga: Ekspor Kopi Indonesia Diprediksi Terus Melaju
Eddy melanjutkan bahwa belum ada dampak karena jika ada yang belum sesuai, belum ada sanksi. Akan tetapi paling tidak satu tahun ini sebagai masa transisi.
Eddy juga menyebut rencana penundaan aturan EUDR belum tentu dapat meningkatkan ekspor sawit. Hal ini tergantung kondisi pasar dan permintaan minyak nabati jenis lainnya.
“Belum tentu sebab tergantung situasi dan kondisi. Contoh tahun ini ekspor sawit kita turun karena ada minyak pesaing seperti bunga matahari, soybean yang lebih murah dari minyak sawit, hal ini karena supply mereka melimpah,” ungkap Eddy.
Dihubungi secara terpisah, Dewan Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto mengatakan, peraturan EUDR sebenarnya tidak perlu ditunda, karena sudah banyak industri telah sesuai dengan EUDR.
Peraturan EUDR telah disahkan pada 29 Juni 2023 dan mulai berlaku pada 30 Desember 2024.
Dengan demikian, Darto menyebut, ada waktu 18 bulan bagi para pelaku usaha untuk mempersiapkan diri.
"Tapi selama 18 bulan itu pemerintah selalu urus advokasi penolakan. Bukan bekerja perbaikan tata kelola," kata Darto kepada Kontan, Jumat (4/10).
Darto menyoroti sikap pemerintah soal pemberian geo location dalam rangka traceability komoditas sawit. Dia menyebut bahwa negara – negara produsen minyak nabati bunga matahari atau soybean juga memberikan geo location perkebunannya.
Hal itu wajib untuk membuktikan tidak ada deforestasi dari rantai pasokan mereka. Termasuk UMKM eropa yang banyak dikelola petani.
“Itu bukan data rahasia negara,” ujar Darto.
Menurut Darto, semua stakeholders sudah siap menyesuaikan dengan kebijakan EUDR. Namun pemerintah tidak siap karena tidak punya rencana aksi untuk sesuai dengan EUDR.
Pemerintah justru punya rencana agar semua pihak tidak memenuhi tuntutan pasar dalam aturan EUDR. Yakni dengan adanya kebijakan perlindungan data dan berdirinya dasboard nasional untuk mengunci jalannya traceability dan transparansi.
SPKS meminta pemerintah memperbaiki diplomasi menjadi lebih halus. Pemerintah juga mesti mengarahkan dana bagi hasil (DBH) sawit dan dana BPDPKS untuk penyesuaian smallholders semua komoditas yang diatur Uni Eropa.
Baca Juga: Didominasi Jenis Robusta, Ekspor Kopi Indonesia Diprediksi Melesat
Selain itu, pemerintah mesti memfasilitasi kemitraan yang adil antara koperasi yang traceable dan koorporasi yang sesuai.
“Dasboard untuk kebutuhan nasional saja, bukan untuk sistem compliance. Karena ini akan dinilai menghambat industri sawit maju untuk akses ke pasar Uni Eropa,” jelas Darto.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, salah satu yang menjadi keberatan Indonesia mengenai EUDR adalah terkait geo location kebun.
Uni Eropa ingin Indonesia memberi geo location secara rinci. Airlangga bilang, Indonesia sudah jelas mengatur terkait wilayah deforestasi dan wilayah kebun.
Indonesia juga sudah punya dashboard nasional untuk mengecek komoditas. Sebab itu, Indonesia meminta Uni Eropa mengecek komoditas melalui dashboard nasional tersebut.
“Tapi mereka ingin dapat sampai detail geo location. Kalau itu kan kita bicara security. Kalau negara kita diakses ama orang eropa by koordinat ini kan masalahnya masalah security," jelas Airlangga.
Seperti diketahui, peraturan EUDR diantaranya berisi tentang aturan rantai pasokan bebas deforestasi, meminimalkan risiko deforestasi dan degradasi hutan dalam hal impor komoditas ke Uni Eropa.
Komoditas yang termasuk EUDR mencakup kelapa sawit, kedelai, kakao, kopi, kayu, karet, dan daging sapi.
Baca Juga: Penundaan UU Deforestasi Uni Eropa, Angin Segar Bagi CPO dan Produk Perkebunan RI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News