kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.505.000   -15.000   -0,99%
  • USD/IDR 16.280   -188,00   -1,17%
  • IDX 6.995   -113,21   -1,59%
  • KOMPAS100 1.043   -21,19   -1,99%
  • LQ45 818   -15,71   -1,88%
  • ISSI 213   -3,47   -1,60%
  • IDX30 418   -8,37   -1,96%
  • IDXHIDIV20 504   -9,15   -1,78%
  • IDX80 119   -2,42   -1,99%
  • IDXV30 125   -2,32   -1,83%
  • IDXQ30 139   -2,44   -1,72%

Pengusaha: Pengaturan Sistem Jaminan Sosial Sebaiknya Tidak Tersebar di Beberapa UU


Kamis, 02 Maret 2023 / 06:15 WIB
Pengusaha: Pengaturan Sistem Jaminan Sosial Sebaiknya Tidak Tersebar di Beberapa UU


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengusaha menilai pengaturan tentang sistem jaminan sosial sebaiknya tidak tersebar di beberapa undang-undang atau omnibus law.

Direktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Research Institute Agung P Pambudhi mengatakan, jika akan menggunakan metode omnibus law, sebaiknya pengaturan tentang sistem jaminan sosial disatukan dalam satu omnibus law tersendiri tentang jaminan sosial.

Bukan tersebar dalam berbagai Omnibus Law seperti Omnibus Law Perppu nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja, Omnibus Law UU nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan dan Omnibus Law RUU Kesehatan.

Hal itu agar pengaturan tentang jaminan sosial menjadi satu kesatuan konsep yang utuh dan terintegrasi, meminimalisir kemungkinan distorsi jika tersebar dalam berbagai omnibus law.

Baca Juga: Apindo Minta Kluster Jaminan Sosial Dikeluarkan dari RUU Kesehatan

Agung menjelaskan, metode Omnibus Law secara konseptual semestinya mengatur satu rumpun yang sama dan tidak bercampur dengan rumpun bidang lainnya.

Agung menyebut, pada saat ini yang lebih diperlukan adalah penyesuaian Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri dengan UU nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan UU nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS).

“Jika perubahan jaminan sosial tidak sangat fundamental, sebaiknya dilakukan dengan merubah masing masing undang undang jaminan sosial tersebut seperti UU SJSN dan UU BPJS,” ujar Agung kepada Kontan.co.id, Rabu (1/3).

Dihubungi secara terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, pengaturan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) diatur dalam Perppu nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Dalam Perppu tersebut, mengatur mengenai jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial. Adapun JKP diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Kemudian, jaminan sosial diatur lagi dalam Omnibus Law UU nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Dalam UU PPSK, mengatur pembagian iuran jaminan hari tua yang dibagi dalam dua akun. Yakni akun utama dan akun tambahan.

Dalam hal terdapat kepentingan mendesak, peserta jaminan hari tua dapat mengambil sebagian atau seluruh manfaat jaminan hari tua pada akun tambahan.

Sementara manfaat pada akun utama hanya bisa dicairkan pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau cacat total tetap.

Belum lagi, lanjut Iqbal, ada rencana menjadikan BPJS Kesehatan tidak mandiri karena pertanggungjawabannya di bawah menteri kesehatan. Hal itu terdapat dalam Omnibus Law RUU Kesehatan.

Baca Juga: Ombudsman Ungkap Ada 700 Aduan Masyarakat Tentang BPJS Kesehatan Sejak 2021-2022

Lalu, ditambah dengan pengaturan jaminan sosial yang berdiri sendiri yakni UU nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dan UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Tujuan omnibus law gagal untuk menyederhanakan aturan, malah membuat rumit dan membuat orang bingung, UU jaminan sosial tidak perlu di-omnibuslaw-kan,” ujar Iqbal saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (1/3).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×