kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Pengusaha keluhkan dampak kenaikan BI rate


Selasa, 03 Desember 2013 / 17:41 WIB
Pengusaha keluhkan dampak kenaikan BI rate
ILUSTRASI. Nasabah membuka D-Bank, aplikasi perbankan digital Bank Danamon di Jakarta, Selasa (28/4/2020). KONTAN/Baihaki/28/4/2020


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Salah satu penopang utama perekonomian nasional adalah konsumsi domestik yang berkontribusi lebih dari 50% dari Gross Domestic Product (GDP).

Namun, setelah Bank Indonesia (BI) mengerek suku bunga hingga 7,5%, para pengusaha mulai merasakan penurunan produksi dan melemahnya daya beli masyarakat.

Hal itu dikatakan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi dalam acara Komite Ekonomi Nasional (KEN) di Hotel Sultan, Selasa (3/12).

"Efek kenaikan suku bunga perbankan sudah kita rasakan saat ini. Sejumlah industri menurunkan produksi, bahkan dari laporan pengusaha ritel, mereka mulai merasakan penurunan penjualan," tutur Sofjan.

Menurut Sofjan, kondisi perekonomian dengan bunga perbankan yang tinggi, ketidakpastian ekonomi global, inflasi yang terus menghatui, telah membuat pengusaha dalam kondisi yang serba sulit.

Sebab, meskipun suku bunga naik, tapi pengusaha tidak dengan mudah menaikkan harga-harga. Ini menjadi kendala bagi pengusaha.

Sofjan mengambil contoh, bahwa saat ini, hampir semua restoran mulai dari bintang lima hingga restoran kecil selalu memberikan diskon kepada pemblinya.

Selain itu, banyak orang yang hanya mau makan di tempat-tempat seperti food court dan bukan restoran utama. "Kondisi ini menandakan adanya penurunan daya beli masyarakat dan susahnya pengusaha-pengusaha menjual produknya," beber Sofjan.

Kalau pemerintah tidak mengambil tindakan konkret dan nyata dalam satu dua bulan ke depan, Sofjan mengingatkan bahwa kondisi perekonomian tahun depan bisa lebih buruk lagi. Sebab, tahun ini penurunan produksi telah terjadi, dan daya beli masyarakat terus menurun.

Sementara, pengusaha menilai, meskipun pemerintah mengeluarkan banyak paket untuk menyelamatkan perekonomian, tapi eksekusinya terkesan lamban dan bertele-tele.

Sofjan mengambil contoh paket impor produk barang mewah, yang sudah diluncurkan lebih dari tiga bulan lalu yakni bulan Agustus, tapi sampai saat ini belum keluar penetapannya dan masih di tangan presiden.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×