Reporter: Dyah Megasari |
MAUMERE. Ribuan pengungsi yang tersebar di tiga titik posko di Maumere dipastikan tidak mengikuti peringatan HUT Kemerdekaan RI. Mereka berharap pascaperingatan kemerdekaan, dapat direlokasi secara permanen di tempat aman.
Robert Tongge, koordinator pengungsi Rokatenda di Transito Maumere, di Maumere, Jumat (16/8/2013), mengatakan, masyarakat yang terkena dampak letusan tidak akan ikut upacara khusus HUT Kemerdekaan RI.
"Untuk apa memperingati HUT kemerdekaan itu, sementara kami pengungsi cari makan minum saja susah? Usia 68 tahun merdeka, ibarat manusia, ia sudah tua, makin bijak, dan makin makmur," kata Tongge.
"Indonesia sudah 68 tahun merdeka, tetapi cara mengatasi suatu musibah, seperti pengungsi Rokatenda, masih tampak bingung dan berbelit," kata dia.
"Negara ini terlalu banyak birokrasi sehingga mengambil sebuah keputusan pun berbelit-belit. Soal pengungsi Rokatenda, misalnya, semestinya kami semua ini sudah direlokasi ke tempat aman dan permanen," kata Tongge.
Masih menurutnya, untuk mengambil keputusan soal relokasi 7.000 pengungsi Rokatenda saja, pihak berwenang menggelar rapat di hotel dan kantor sampai 30-50 kali. Setiap rapat butuh biaya Rp 3 juta-Rp 15 juta.
Sudah delapan bulan pengungsi Rokatenda gelombang I berada di pengungsian. Mereka hidup dari belas kasihan orang lain.
Gunung Rokatenda yang merupakan gunung berapi bertipe komposit (stratovolcano) meletus pada 2 dan 3 Februari 2013. Yang terakhir, gunung yang terletak di Pulau Palue itu meletus lagi pada Sabtu (10/8/2013) dan mengeluarkan lahar panas yang mengalir dari Desa Woje Wubi hingga Pantai Cua. (Kornelis Kewa Ama Khayam/Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News