kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengembangan industri pertanian dan manufaktur ampuh menekan kemiskinan


Senin, 15 Juli 2019 / 20:49 WIB
Pengembangan industri pertanian dan manufaktur ampuh menekan kemiskinan


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  YOGJAKARTA. Kemiskinan menjadi salah satu persoalan besar di Indonesia. Ketersediaan lapangan pekerjaan menjadi batu sandungan yang mengakibatkan kemiskinan semakin bertambah.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat ketimpangan penduduk Indonesia yang diukur dengan gini ratio pada Maret 2019 sebesar 0,382, turun 0,007 poin dibanding periode yang sama tahun lalu yang sebesar 0,389. Bila dibanding September 2018 yang sebesar 0,384, tingkat gini ratio pada Maret 2019 turun 0,002.

Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikali Zaini, mengatakan, serapan tenaga kerja jadi faktor utama perlambatan tinggkat kemiskinan semakin berkurang. Alasannya, pemerintah saat ini cenderung menyerap sektor tenaga kerja di sektor jasa.

Padahal sektor tersebut tidak terlalu besar menyerap tenaga kerja. Sehingga sektor padat karya katanya paling relevan guna mengurangi tingkat kemiskinan. Misalnya industri manufaktiur dan pertanian.

Mikail mengamati, dalam sepuluh tahun terakhir sektor padat karya turun dan cenderung stabil di bawah 20% dari total penyerapan tenaga kerja di Indonesia.Industri manufaktur atau olahan dapat memnyerap tenaga kerja lebih banyak. Utamanya lapangan kerja untuk masyarakat ekonomi menengah ke bawah.

Nah, stimulus yang perlu diperkuat adalah memberikan insentif pajak kepada perusahaan manufaktur. Misalnya dengan tetap menjaga insentif pajak super. Dia menilai stimulus positif itu, bisa meningkatkan produksi dan berdampak penambahan jumlah tenaga kerja.

Di sisi lain, Mikail mengaskan, soal birokrasi harus sinkron antara pemerintah dan lembaga. “Jadi investor juga mendapatkan kepastian,” kata Mikail kepada Kontan.co.id, Senin (15/7).

Dari segi sektor pertanian, pemerintah juga perlu menjaga kestabilan bahan pangan, utamanya beras. Sebab, flukluasi harga beras sensitif terhadap kemiskinan. Daya beli masyarakat terhadap beras rentan dengan kesenjangan.

Berdasarkan data Outlook Padi 2016 Kementerian Pertanian (Kemtan), produktivitas padi Indonesia 2010-2014 hanya mencapai 5,7 ton per hektare (ha). Ini masih di bawah Vietnam yang mencapai 6,67 ton per ha.

Mikail menilai kemiskinan di desa diakibatkan oleh kontribusi beras sebanyak 26,46%. Sedangkan di kota, komoditas tersebut berkontribusi 20,11% terhadap kemiskinan. ”Kuncinya meningkatkan produktivitas per hektare membuka lahan pertanian baru, meningkatkan skill petanim dan subsidi faktor input petani,” tutur Mikail.

Sementara, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengimbau, pemerintah memang sudah seharusnya fokus ke dua sektor itu. Sehingga pendapatan masyarakat miskin dan mengengah miskin bisa membaik.

“Level masyarakat miskin naik, yang menengah miskin jangan sampai jatuh,” kata Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (15/7).

Baik sektor manufaktur atau pertanian kebanyakan pekerjaanya adalah masyarakat miskin dan mengegah miskin. Oleh karena itu kata Mikail pemerintah perlu mendorong instansi terkait mengeluarkan kebijakan subsidi pupuk, mengadakan pelatihan kepada petani, sehingga produktivitas naik.

Bhima menambahkan, bukan berarti pemerintah mengabaikan sektor jasa. Yang perlu ditingkatkan adalah skill pekerja, lantaran tuntutan keahliah di sektor jasa kini semakin tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×